Minggu, 23 Juni 2013

2 dari 3 Polisi Masuk Neraka


OPINI
“2 dari 3 polisi masuk neraka”. Mungkin kalimat ini terdengar asing dan agak aneh di telinga kita, bahkan terdengar ngawur. Dimana letak keanehannya? ya, biasanya kita mendengar suatu dalil dengan kalimat: “2 dari 3 hakim masuk neraka”. Mohon maaf sebelumnya, tulisan ini tidak berniat untuk mengkritisi sesuatu dari segi agama atau melecehkan dalil hukum Islam, tentu tidak, tulisan ini hanya sekedar untuk menyentuh hati nurani para penegak hukum terutama para aparat kepolisian.
Menjadi seorang hakim dinilai sebagai suatu profesi yang berat, mengapa tidak? Karena pekerjaan sebagai seorang hakim ialah pekerjaan yang sangat beresiko, sebab keputusannya diharapkan dapat memenuhi keadilan dari pihak-pihak yang bersengketa sehingga keputusan hakim menentukan nasib seseorang, ketika keputusan dijatuhkan, tak jarang ada pihak yang tidak puas dengan putusannya. Di dunia, ia akan berhadapan dengan para pihak yang tidak berpuas hati dengan keputusannya, sedangkan di akhirat hakim diancam dengan neraka jika tidak menetapkan keputusan sesuai dengan yang seharusnya. Disinilah letak resikonya.
Kita tahu bahwa di Indonesia, sebelum suatu perkara tindak pidana diadili dan diputus oleh hakim di persidangan, perkara ditangani oleh pihak kepolisian Sesuai pembagian kerja antara Kepolisian Negara dan Kejaksaan, penuntutan perkara diserahkan semata-mata kepada Kejaksaan, sedangkan untuk penyidikan diserahkan kepada Kepolisian. Nah yang jadi permasalahan ialah bagaimana jika penyidikan dilakukan tanpa keadilan?
Contoh kasus nih, ada seorang korban tindak pidana asusila yang pelakunya kebetulan anak pejabat yang secara otomatis dari kalangan orang berada dan punya kekuasaan. Laporan si korban diterima namun dalam proses penyidikan sangat tidak adil, penyidik pasif dalam penyidikan dan akhirnya pelaku tidak juga ditetapkan sebagai tersangka yang artinya cukup sudah perkara berhenti sampai di kepolisian saja. Perlakuan penyidikpun sangat berbeda saat menyidik korban dan pelaku. Polisi bahkan menampakkan jika mereka cenderung membela pelaku di depan mata kepala korban. Sungguh ironis bukan? Tentu pertanyaan yang ada di kepala kita dalam kasus ini ialah “Mengapa sikap penyidik demikian?”. Yah tentu kita sudah tahu jawabnya. Kasus tersebut hanyalah salah satu contoh kecil dari ribuan kasus yang ditangani oleh kepolisian tanpa keadilan.
Wewenang kepolisian dalam hal menyidik sangat memiliki peranan dalam sistem hukum pidana di negara kita, menurut saya kunci dari perkara bisa dilanjutkan atau tidak adalah berada di tangan kepolisian. Kita tidak usah berfikir jauh-jauh sampai ke putusan hakim, sampai ke persidangan atau apalah. Jika kepolisian tidak memberi rambu hijau untuk melanjutkan perkara, tentu semua berakhir kan? Lalu bagaimana dengan para polisi yang menangani perkara dengan lebih mementingkan mana pihak yang lebih kuat duitnya? Lalu bagaimana nasib korban-korban yang datang ke kantor polisi untuk mengharap keadilan namun mereka dari kalangan orang tidak mampu? Taukah kita bahwa begitu banyak surat laporan tertumpuk di kepolisian dan tidak ada penyelesaian dari  laporan-laporan tersebut? Jadi sekarang yang memutuskan seseorang bersalah atau tidak secara tidak langsung sudah bergeser ya?
Jika begitu, tentu menjalani profesi sebagai seorang polisi bisa dikatakan sama beratnya dengan menjalani profesi sebagai hakim. Dan begitu pula dengan pertanggung jawabannya kan??

Tidak ada komentar:

Posting Komentar