Minggu, 23 Juni 2013

Perwira Polisi Aniaya Bocah 12 Tahun di Medan, Keluarga Minta Perlindungan


MEDAN(EKSPOSnews): Keluarga bocah yang menjadi korban penganiayaan oknum perwira polisi Inspektur Polisi Satu (Iptu) HH meminta perlindungan ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Sumatera Utara (Sumut), 6 Januari 2012.

Orangtua F,12,Ali Nur,warga Jalan Panglima Denai Gang Seser Medan Amplas mengatakan, keputusannya meminta pendampingan KPAID karena kasus penganiayaan yang menimpa anaknya sarat rekayasa, dan telah terjadi pemutarbalikan fakta. Ketua KPAID Sumut Zahrin Piliang, dia menceritakan, anaknya dan anak Iptu HH, RH,12, terlibat perkelahian di sebuah warung internet saat pulang sekolah pada 1 November lalu.

Perselisihan kedua anak tersebut, persoalan sepele, gara-gara game on line. “Anak saya minta password game Point Blank kepada RH, tapi diberi yang salah..” ”Jadi anak saya minta password yang benar.Tapi,RH tidak memberinya dan anak saya berkata, percuma anak polisi, tapi pelit,” katanya kepada wartawan di Kantor KPAID Sumut. Mendengar perkataan tersebut, RH emosi dan memukul F.Kedua bocah yang rumahnya berhadapan itu pun terlibat perkelahian.

Warga yang melihat langsung melerai. Beberapa saat kemudian RH datang ke rumah F bersama ibu bapaknya, yakni HH dan S. RH dan HH memukul pelajar kelas 2 Madrasah Tsanawiyah (MTs) Al Ulum Medan ini. Rupanya kejadian ini terlihat adik F,AF, 9, yang sontak menangis ketakutan.Tetapi, S yang merupakan guru di SDN Tuar Amplas malah menampar AF. Ali yang kebetulan keluar dari kamar kaget melihat anaknya diperlakukan demikian.

“Saya lihat sendiri anak saya dipukuli mereka. Saya langsung kejar keluar.Saya peluk polisi itu dari belakang. Saya bilang ini hanya persoalan anak kecil. Sudahlah, jangan diperbesar lagi. Jangan pukul anak saya lagi, kasihan wajahnya sudah memar begitu.Tapi, mereka tetap memukuli anak saya,”bebernya. Melihat hal itu,Ali Nur langsung melaporkannya Iptu HH berserta istrinya ke Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Utara (Sumut).

Namun, pengaduan tersebut tidak ditanggapi. Bahkan petugas kepolisian berusaha mendamaikan kedua belah pihak. F yang telah mengalami luka dan trauma dengan kejadian tersebut tak mendapat pertanggungjawaban dari Iptu HH. Kemudian,3 November 2011, Ali kembali membuat laporan ke polda, dan laporannya diregistrasi petugas dengan nomor No.Pol : LP/872/XI/2011/ SPKT. Nasib laporan ini sama dengan laporan pertama,yakni tidak dilanjuti.

Bahkan,saat dia menanyakan kasus itu, ternyata berkasnya sudah dialihkan ke Kepolisian Resor Kota (Polresta) Medan tanpa alasan yang jelas. “Kalau perkelahian sesama anak-anak saya terima, tapi kalau anak saya dianiaya sama orang tua ini yang tidak saya terima, dan saya meminta keadilan hukum. Orang tua mana yang terima melihat anaknya dipukul. Ini yang saya tidak terima,” tuturnya.

Tak lama kemudian, dia mendapat panggilan sebagai saksi oleh petugas Kepolisian Sektor Kota (Polsekta) Patumbak atas status anaknya sebagai tersangka penganiayaan terhadap RH. Laporan tersebut dilakukan Iptu HH.“Anak saya langsung ditetapkan sebagai tersangka pada pemanggilan pertama,”urainya. Terkejut dengan hal tersebut Ali Nur yang hanya bekerja di sebuah jasa pengiriman di Jalan Sisingamangaraja pun meminta meminta penangguhan penahanan.

“Tapi saya diwajibkan membawa F agar melapor dua minggu sekali.Kenapa begini, saya melaporkan tidak ditanggapi.Tapi, anak saya dilaporkan langsung jadi tersangka,” katanya. Ketua KPAID Sumut Zahrin Piliang mengatakan, dari penjelasan orangtua F tersebut terlihat jelas adanya kejanggalan yang dilakukan polisi dalam penanganan kasus ini.Kejanggalan semakin tampak jelas ketika F dilaporkan orangtua RH dan langsung ditetapkan sebagai tersangka.

“Laporan orangtua F tidak tindaklanjutnya.Tapi,tiba-tiba F dilaporkan sebagai tersangka. Ada apa ini?,”tanyanya. Dia melanjutkan,“Perkelahian anak-anak, silakan diselesaikan. Tapi, pemukulan Iptu HH jelas itu melanggar hukum dan kami akan mendampingi kasus ini. Kami akan pertanyakan dan meminta penjelasan ke Polresta Medan,”pungkasnya.

Sementara itu,Polresta Medan telah menetapkan empat orang menjadi tersangka dalam kasus penganiayaan yang dilakukan oknum polisi yang bertugas di Polres Pelabuhan Belawan itu. “Sudah empat orang dijadikan tersangka, yaitu Iptu HH,SS (istri Iptu HH), RH (anak Iptu HH) dan F (korban pengeroyokan),” ujar Kapolresta Medan Komisaris Besar (Kombes) Pol Tagam Sinaga saat mendatangi Polsek Patumbak, Jumat 6 Januari 2012.

Saat ini keempat tersangka tidak dilakukan penahanan, apalagi dua di antaranya berstatus anak-anak. Untuk RH, SS, dan HH, Tagam mengatakan, akan dijerat pasal 351 ayat 7 KUHPidana penganiayaan secara bersama-sama sedangkan F dikenakan pasal 351 KUHPidana. “Karena tidak mungkin hanya satu pihak saja yang dilakukan penahanan, apalagi dari hasil pemeriksaan tidak ada keinginan para tersangka untuk menghilangkan barang bukti, jadi buat apa ditahan,” ungkap Tagam.

Penetapan tersangka bukan baru ini dilakukan, tetapi sudah ditetapkan pada 3 November 2011 lalu, karena kedua pihak masing-masing membuat laporan jadi semuanya harus diproses. Dia membantah adanya anggapan keberpihakan dalam penanganan kasus hukum yang menimpa F. Merea tidak berpihak kepada salah satunya, buktinya status tersangka juga ditetapkan kepada keluarga RH lawannya berkelahi serta kedua orang tua RH yang ikut terlibat.

Meski berkas kedua belah pihak sudah selesai di kepolisian, namun Tagam mengatakan, masih tetap mempertimbangkan opsi berdamai di antara kedua belah pihak. Karena menurut dia, keterlibatan anak berusia dibawah umur seharusnya diselesaikan diluar proses hukum.

Seperti diketahui, status tersangka yang ditetapkan kepada F,terlibat perkelahian dengan RH beserta orang tuanya sempat membuat heboh. Namun ternyata status yang sama juga telah ditetapkan pihak kepolisian terhadap pihak RH dan kedua orang tuanya.(sindo)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar