|
|
Bripka Sumini dan Briptu Rani |
|
|
|
Bila bapak-bapak polisi terjerat korupsi
hingga rekening gendut, Polisi Wanita (polwan) juga punya jejak yang tak
kalah karut mawut. Tertangkap sedang nyabu hingga beredarnya foto
‘biru’ alias seksi menjadi ironi tersendiri.
Polwan
saat ini banyak yang tak kalah cantik dengan presenter televisi dan
foto model. Terbukti mereka sangat camera face saat memandu acara
pantauan lalu lintas. Bahkan, saat ini kecantikan Polwan dijadikan
‘senjata’ utama untuk meredam emosi para pengunjuk rasa.
Di
sisi lain, catatan negatifnya juga makin panjang. Bak selebritas yang
sering menyerempet ‘dunia hitam’, Polwan pun memiliki catatan serupa.
Pelanggaran
hukum pun dilakukan oleh wanita penegak hukum ini. Brigadir Dw
misalnya, tertangkap selingkuh Polwan cantik anggota Sabhara Polresta
Medan Brigadir Dw tertangkap selingkuh dengan rekan kerjanya, Bripka CS.
Awalnya kedua insan beda jenis ini cuma curhat-curhatan, tapi kemudian
hubungan mereka semakin jauh.
Suami korban
yang juga seorang polisi bernama Brigadir AN menggerebek perselingkuhan
istrinya itu dibantu warga. Peristiwa ini terjadi tahun 2012 lalu di
kawasan Medan Area.
Saat digerebek, Bigadir Dw
awalnya tak mengaku. Tapi kemudian Bripka CS ditemukan bersembunyi di
kolong tempat tidur. Warga dan polisi yang menangkap basah mereka
menghadiahi bogem mentah pada polisi mesum ini. Kapolsekta Medan Kota,
Kompol Sandy Sinurat menjelaskan masalah ini ditangani oleh Polres
Medan.
Ada juga nama Bripka Sumini yang
ketahuan pakai sabu. Bripka Sumini, anggota polwan Polres Salatiga,
akhirnya direkomendasikan oleh Komisi Disiplin untuk dipecat. Bripka
Sumini sempat kabur dan dinyatakan masuk dalam Daftar Pencarian Orang
(DPO) serta tidak berdinas (desersi) selama kurang 18 bulan, sejak bulan
Oktober 2011.
Bripka Sumini ditangkap
lantaran kedapatan membawa narkoba jenis sabu-sabu saat petugas
Resnarkoba Polres Salatiga menggerebek sebuah kos-kosan yang telah masuk
target operasi (TO). Setelah diperiksa polwan cantik ini positif
menggunakan narkoba
Iptu R lebih berani lagi,
dia menggunakan narkoba saat dugem di diskotek. Polisi menangkap Iptu R
karena positif menggunakan narkoba. Dari pengakuan Iptu R kepada polisi,
dirinya ternyata sudah mengonsumsi narkoba sejak tahun 2008. Polwan
cantik ini bahkan menenggak ekstasi di sebuah diskotek. "Berdasarkan
keterangan yang dihimpun sudah dari 2008 (mengonsumsi narkoba)", kata
Kapolres Jakarta Selatan Kombes Pol Imam Sugianto, Jumat (16/3/2013).
Iptu R kemudian menjalani rehabilitasi Pusat Rehabilitasi Penanganan Korban Narkoba Lido (PRPKN Lido), Bogor.
Iptu
R diamankan pihak Propam Polres Jakarta Selatan karena diduga memiliki
hubungan dengan mantan Kapolsek Cibarusah AKP Heru Budi Sutrisno yang
tertangkap tangan menggunakan sabu-sabu. Dari handphone milik Heru Budi,
polisi mendapatkan sebuah SMS yang menyebut nama Iptu R.Â
Terpanas
adalah Briptu Rani dengan isu foto syurnya yang tersebar. Setelah
dicari-cari oleh polisi, tiba-tiba Briptu Rani dikabarkan telah
mendatangi Mabes Polri dengan ditemani keluarganya. Janda dari anggota
Brimob Polda Jawa Timur, Briptu E, yang juga dikabarkan dipecat karena
indispliner ini, datang ke Mabes Polri untuk menyerahkan surat
pengunduran dirinya dari kepolisian.
Sementara
informasi yang beredar di internal kepolisian, Briptu Rani menghilang
karena malu foto-foto syurnya beredar luas di masyarakat. Bahkan dari
golongan anggota polisi juga menerima foto-foto 'panas' Briptu Rani
melalui BlackBerry-nya. "Kabarnya memang seperti itu, benar tidaknya
saya kurang paham. Tapi, informasi tersebut sudah didengar di lingkungan
Polda Jatim," kata salah satu anggota Polda Jawa Timur.
Kapolres
Mojokerto AKPB Eko Puji Nugroho sendiri, ketika dikonfirmasi terkait
informasi beredarnya foto-foto hot Briptu Rani tersebut, mengaku tidak
tahu menahu soal itu. "Yang Jelas dia memang sudah kami tetapkan sebagai
DPO dan sudah kami sampaikan ke Polda Jatim dan Mabes Polri untuk
menangkap dia (Briptu Rani) jika menemukannya," kata mantan Kasat
Reskoba Polrestabes Surabaya itu.
Briptu Rani
Indahyuni Nugrahaeni hingga kini masih menjadi buron dan masuk Daftar
Pencarian Orang (DPO) Polres tempatnya berdinas. Hal ini dilakukan
karena Briptu Rani dianggap desersi atau meninggalkan kewajiban dinas
sebagai polwan.
Orang tua Briptu Rani, yang
merupakan Kapolsek di Polsekta Cibeunying Kaler, Bandung, Komisaris
Polisi Maedi Suti belum bisa dimintai komentar atas kasus yang menimpa
putrinya itu.
Saat disambangi di Mapolsek
Cibeunying Kaler, Kamis 23 Mei 2013, ruangan kapolsek Cibeunying Kaler
tampak kosong. Petugas piket di Mapolsek setempat, Briptu Dadan
menyatakan bahwa kapolsek sejak kemarin tidak berada di kantor.
Di
sisi lain, Briptu Rani dikabarkan menjadi korban bullying seniornya.
Salah satu penyebabnya adalah gaya hidup Rani yang mencolok.
Sebelumnya,
paman Rani, Syariefuddin membantah pemberitaan terkait keponakannya
yang selama ini beredar di masyarakat. Menurut Syarief, Rani telah
menjadi korban pelecehan seksual atasannya.
Selain
itu, ia pun menuturkan, Rani menjadi korban bullying seniornya di
Polres Mojokerto. "Dia merasa tertekan dengan ulah kapolres juga, karena
sering memanggil dia di luar jam-jam tugas," kata dia.
Bahkan,
Syariefuddin membeberkan, ada satu kejadian yang membuat Rani sakit
hati. Pada suatu hari, saat Rani tengah mengukur baju dinas dengan
tukang jahit di sebuah ruangan, ada kapolres beserta wakil-wakilnya.
Akhirnya, kapolres sendiri yang mengambil alih mengukur baju Rani.
"Ini
kan tidak pantas. Masa seorang kapolres mengukur baju Rani sambil
menjamah-jamah," ungkapnya. Keberadaan Rani, menurut pamannya, ada di
sebuah rumah di Jakarta. Saat ini, kondisi Rani sedang mengalami depresi
berat, sehingga harus didampingi dokter ahli jiwa.
Ujung Tombak
Cakupan
peran wanita di institusi kepolisian atau yang dikenal dengan sebutan
polisi wanita (polwan) dalam perkembangannya hampir menyamai profesi
yang identik dilakoni kaum adam. Mulai dari tugas yang ada pada lingkup
kantor-kantor kepolisian sampai dengan misi di lapangan, keberadaan para
polwan pun tidak luput dilibatkan pada berbagai tugas.
Presidium
Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai peran polwan penting
untuk menjadi ujung tombak di kantor kepolisian mana pun pada sektor
wilayah. Maraknya kasus kejahatan baik korban atau pelakunya wanita
menjadikan keberadaan polwan perlu ditambah, khususnya di kantor polisi
sektor wilayah (polsek) yang memiliki peran penting pengamanan suatu
wilayah.
"Untuk itu ke depan Polri perlu
melakukan penambahan jumlah polwan untuk di tempatkan di polsek-polsek.
Sebab selama ini di polsek jarang sekali ada polwan, padahal polsek
adalah ujung tombak kepolisian," kata Neta.
Mengapa
demikian, lanjut Neta, apabila ada suatu kasus kejahatan, baik
korbannya atau pelakunya wanita, kasus tersebut akhirnya harus
dilimpahkan di Polres. Hal ini menurut Neta terjadi karena kurangnya
keberadaan polwan di Polsek yang ada.
"Akibat
tidak adanya polwan di polsek, wanita-wanita yang menjadi tersangka
kejahatan diproses di polres. Padahal di banyak daerah, jarak polres
cukup jauh dari polsek," ujar Neta.
Neta
mengkritik Polri dinilai masih kurang memanfaatkan peran polwan.
Strategi Polri dalam memanfaatkan keberadaan polwan menurutnya masih
belum maksimal. "Padahal ada beberapa polwan yang punya prestasi di
reserse, seperti Kompol Marta mantan Kapolsek Johar Baru," jelasnya.
Pengamat
Kepolisian dari Universitas Indonesia, Bambang Widodo Umar, menghargai
kesetaraan peran wanita yang sudah ada di institusi kepolisian. Berbagai
fungsi, lanjutnya, seperti di satuan lalulintas, reskrim, intel, dan
lainnya sudah mulai dilakoni seorang polwan.
"Saya
melihat polwan sudah cukup maju, kepolisian mendayagunakannya sampai di
pucuk pimpinan. Yang perlu ditambah mungkin masalah pengetahuan polwan
berkaitan masalah psikologi atau kriminologinya melalui pendidikan
lagi," ujar Bambang.
Misalkan dalam fungsi
penyelidikan kasus kejahatan terhadap wanita, Bambang mengatakan
pengetahuan yang baik seorang polwan akan meningkatkan juga relasi dan
komunikasi dengan korban.ins
Asal Usul Korupsi Polisi
Lagi-lagi
berita korupsi polisi. Padahal berita kasus dugaan korupsi pengadaan
simulator SIM senilai Rp 3 miliar oleh Mantan Kepala Korlantas Irjen
Djoko Susilo belum reda. Tapi baru-baru ini publik kembali dihebohkan
video polisi lalu lintas korupsi di Bali.
Lebih
‘hot’ berita Aiptu Labora dibekuk tim gabungan dari Polda Papua dan
Bareskrim Polri saat mengunjungi Kantor Komisi Kepolisian Nasional
(Kompolnas) Sabtu malam 18 Mei kemarin.
Pengusutan
kasus Aiptu Labora berawal dari laporan Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK) yang menemukan kecurigaan atas transaksi
rekeningnya yang mencapai Rp 1,5 triliun. Diduga uang dalam rekening
tersebut berasal dari praktik penimbunan BBM dan penyelundupan kayu.
Nah,
ribut-ribut berita polisi korupsi ini, ada baiknya kita mengetahui asal
usul korupsi polisi. Menurut Guru Besar Sosiologi Hukum Universitas
Indonesia Bambang Widodo Umar, karena banyak kasus korupsi, kondisi
kepolisian menjadi tidak normal.
"Seharusnya
mereka menjadi contoh. Pengayom, menjaga keamanan, bukan meminta uang.
Fenomena ini merupakan kondisi tidak normal," kata dia.
Bicara
sejarah Bambang memang mengaku tidak faham detail kasus-kasus korupsi
di instansi penegak hukum itu. Dia hanya mengatakan penyakit korupsi itu
cukup lama menjangkiti intitusi, dan tampak sulit disembuhkan hingga
kini.
Pada Tahun 2004, seperti ditulis Bambang
dalam artikel yang dimuat Koran Sindo beberapa waktu lalu, Gubernur
PTIK Irjen Pol Farouk Muhammad pernah mendorong mahasiswa PTIK Angkatan
39 A melakukan penelitian fenomena korupsi di lingkungan Polri.
Hasilnya,
penyakit korupsi diidentifikasi telah merambah bidang operasional
maupun pembinaan. Adapun bentuk korupsi; ada korupsi internal dan
eksternal. Korupsi internal dilakukan petugas dengan tidak melibatkan
masyarakat umum. Bentuk korupsi ini menyangkut kepentingan pelaku dalam
lingkup kedinasan, tidak menyentuh langsung kepentingan publik.
Contohnya
korupsi jual-beli jabatan (purchase of position), korupsi penerimaan
menjadi anggota polisi (recruitment), korupsi dalam seleksi masuk
pendidikan lanjutan, korupsi dalam pendistribusian logistik dan
penyaluran dana keuangan.
Berikutnya korupsi
eksternal, yaitu korupsi melibatkan kepentingan masyarakat secara
langsung. Contohnya korupsi mendamaikan kasus perdata yang dianggap
pidana, tidak melakukan penyidikan secara tuntas suatu kejahatan,
pungutan pada penerbitan pelbagai bentuk surat SIM, SCTK, STNK, BPKB,
surat laporan kehilangan barang dan lain-lain.
Selanjutnya
Bambang mengutip Maurice Punch (1985) dalam buku Police Organization.
Punch mengatakan, korupsi polisi terjadi karena mereka menerima atau
dijanjikan keuntungan yang signifikan, di antaranya; untuk melakukan
sesuatu yang ada dalam kewenangan, melakukan sesuatu di luar kewenangan,
melakukan diskresi legitimasi dengan alasan tidak patut, dan
menggunakan cara di luar hukum untuk mencapai tujuan.
Sementara
itu, Benedict Anderson dalam bukunya berjudul 'The Ideal of Power in
Javanese Culture' (1972), mengatakan bahwa korupsi di Indonesia sudah
terjadi sebelum Belanda menjajah Indonesia. Bahkan ada yang bilang VOC
bangkrut pada awal abad 20 akibat korupsi yang merajalela di semua lini,
termasuk kantor keamanan atau polisi.
Setelah
proklamasi kemerdekaan banyak petinggi Belanda kembali pulang. Posisi
kosong mereka kemudian diisi oleh kaum pribumi pegawai pemerintah Hindia
Belanda (ambtenaar) yang tumbuh dan berkembang di lingkungan korup.
Kultur korupsi tersebut berlanjut hingga masa pemerintah Presiden
Soekarno, Orde Lama dan Presiden Soeharto, Orde Baru.
Periode
orde baru tidak banyak kasus korupsi para jenderal terkuak. Namun
demikian, Rum Aly, dalam bukunya berjudul Titik Silang Jalan Kekuasaan
Tahun 1966 terbitan Kata Hasta Pustaka, Jakarta, I Juli 2006, sempat
menulis kasus korupsi jumbo pejabat polisi yang tercatat pertama kali
pada akhir 1970-an yang dilakukan Letnan Jenderal Siswadji bersama
colega para jederal yang menggerogoti uang institusi hingga Rp 44
miliar.
Setelah itu kasus-kasus korupsi
melibatkan pejabat kepolisian terus mencuat hingga sekarang. Sebelum
dugaan kasus korupsi Irjen Djoko timbul, kasus korupsi lebih dulu
menyeret Jendral Susno Duadji, Perwira Polisi Edmond Elyas, Raja
Erizman, Suyitno Landung dan Samuel Ismoko.mrd
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar