Minggu, 23 Juni 2013

Polwan, dari Sabu hingga Foto ‘Biru’


Jumat, 24/05/2013 | 08:00 WIB

Bripka Sumini dan Briptu Rani
Bila bapak-bapak polisi terjerat korupsi hingga rekening gendut, Polisi Wanita (polwan) juga punya jejak yang tak kalah karut mawut. Tertangkap sedang nyabu hingga beredarnya foto ‘biru’ alias seksi menjadi ironi tersendiri.
Polwan saat ini banyak yang tak kalah cantik dengan presenter televisi dan foto model. Terbukti mereka sangat camera face saat memandu acara pantauan lalu lintas. Bahkan, saat ini kecantikan Polwan dijadikan ‘senjata’ utama untuk meredam emosi para pengunjuk rasa.
Di sisi lain, catatan negatifnya juga makin panjang. Bak selebritas yang sering menyerempet ‘dunia hitam’, Polwan pun memiliki catatan serupa.
Pelanggaran hukum pun dilakukan oleh wanita penegak hukum ini. Brigadir Dw misalnya, tertangkap selingkuh Polwan cantik anggota Sabhara Polresta Medan Brigadir Dw tertangkap selingkuh dengan rekan kerjanya, Bripka CS. Awalnya kedua insan beda jenis ini cuma curhat-curhatan, tapi kemudian hubungan mereka semakin jauh.
Suami korban yang juga seorang polisi bernama Brigadir AN menggerebek perselingkuhan istrinya itu dibantu warga. Peristiwa ini terjadi tahun 2012 lalu di kawasan Medan Area.
Saat digerebek, Bigadir Dw awalnya tak mengaku. Tapi kemudian Bripka CS ditemukan bersembunyi di kolong tempat tidur. Warga dan polisi yang menangkap basah mereka menghadiahi bogem mentah pada polisi mesum ini. Kapolsekta Medan Kota, Kompol Sandy Sinurat menjelaskan masalah ini ditangani oleh Polres Medan.
Ada juga nama Bripka Sumini yang ketahuan pakai sabu. Bripka Sumini, anggota polwan Polres Salatiga, akhirnya direkomendasikan oleh Komisi Disiplin untuk dipecat. Bripka Sumini sempat kabur dan dinyatakan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) serta tidak berdinas (desersi) selama kurang 18 bulan, sejak bulan Oktober 2011.
Bripka Sumini ditangkap lantaran kedapatan membawa narkoba jenis sabu-sabu saat petugas Resnarkoba Polres Salatiga menggerebek sebuah kos-kosan yang telah masuk target operasi (TO). Setelah diperiksa polwan cantik ini positif menggunakan narkoba
Iptu R lebih berani lagi, dia menggunakan narkoba saat dugem di diskotek. Polisi menangkap Iptu R karena positif menggunakan narkoba. Dari pengakuan Iptu R kepada polisi, dirinya ternyata sudah mengonsumsi narkoba sejak tahun 2008. Polwan cantik ini bahkan menenggak ekstasi di sebuah diskotek. "Berdasarkan keterangan yang dihimpun sudah dari 2008 (mengonsumsi narkoba)", kata Kapolres Jakarta Selatan Kombes Pol Imam Sugianto, Jumat (16/3/2013).
Iptu R kemudian menjalani rehabilitasi Pusat Rehabilitasi Penanganan Korban Narkoba Lido (PRPKN Lido), Bogor.
Iptu R diamankan pihak Propam Polres Jakarta Selatan karena diduga memiliki hubungan dengan mantan Kapolsek Cibarusah AKP Heru Budi Sutrisno yang tertangkap tangan menggunakan sabu-sabu. Dari handphone milik Heru Budi, polisi mendapatkan sebuah SMS yang menyebut nama Iptu R.Â
Terpanas adalah Briptu Rani dengan isu foto syurnya yang tersebar. Setelah dicari-cari oleh polisi, tiba-tiba Briptu Rani dikabarkan telah mendatangi Mabes Polri dengan ditemani keluarganya. Janda dari anggota Brimob Polda Jawa Timur, Briptu E, yang juga dikabarkan dipecat karena indispliner ini, datang ke Mabes Polri untuk menyerahkan surat pengunduran dirinya dari kepolisian.
Sementara informasi yang beredar di internal kepolisian, Briptu Rani menghilang karena malu foto-foto syurnya beredar luas di masyarakat. Bahkan dari golongan anggota polisi juga menerima foto-foto 'panas' Briptu Rani melalui BlackBerry-nya. "Kabarnya memang seperti itu, benar tidaknya saya kurang paham. Tapi, informasi tersebut sudah didengar di lingkungan Polda Jatim," kata salah satu anggota Polda Jawa Timur.
Kapolres Mojokerto AKPB Eko Puji Nugroho sendiri, ketika dikonfirmasi terkait informasi beredarnya foto-foto hot Briptu Rani tersebut, mengaku tidak tahu menahu soal itu. "Yang Jelas dia memang sudah kami tetapkan sebagai DPO dan sudah kami sampaikan ke Polda Jatim dan Mabes Polri untuk menangkap dia (Briptu Rani) jika menemukannya," kata mantan Kasat Reskoba Polrestabes Surabaya itu.
Briptu Rani Indahyuni Nugrahaeni hingga kini masih menjadi buron dan masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) Polres tempatnya berdinas. Hal ini dilakukan karena Briptu Rani dianggap desersi atau meninggalkan kewajiban dinas sebagai polwan.
Orang tua Briptu Rani, yang merupakan Kapolsek di Polsekta Cibeunying Kaler, Bandung, Komisaris Polisi Maedi Suti belum bisa dimintai komentar atas kasus yang menimpa putrinya itu.
Saat disambangi di Mapolsek Cibeunying Kaler, Kamis 23 Mei 2013, ruangan kapolsek Cibeunying Kaler tampak kosong. Petugas piket di Mapolsek setempat, Briptu Dadan menyatakan bahwa kapolsek sejak kemarin tidak berada di kantor.
Di sisi lain, Briptu Rani dikabarkan menjadi korban bullying seniornya. Salah satu penyebabnya adalah gaya hidup Rani yang mencolok.
Sebelumnya, paman Rani, Syariefuddin membantah pemberitaan terkait keponakannya yang selama ini beredar di masyarakat. Menurut Syarief, Rani telah menjadi korban pelecehan seksual atasannya.
Selain itu, ia pun menuturkan, Rani menjadi korban bullying seniornya di Polres Mojokerto. "Dia merasa tertekan dengan ulah kapolres juga, karena sering memanggil dia di luar jam-jam tugas," kata dia.
Bahkan, Syariefuddin membeberkan, ada satu kejadian yang membuat Rani sakit hati. Pada suatu hari, saat Rani tengah mengukur baju dinas dengan tukang jahit di sebuah ruangan, ada kapolres beserta wakil-wakilnya. Akhirnya, kapolres sendiri yang mengambil alih mengukur baju Rani.
"Ini kan tidak pantas. Masa seorang kapolres mengukur baju Rani sambil menjamah-jamah," ungkapnya. Keberadaan Rani, menurut pamannya, ada di sebuah rumah di Jakarta. Saat ini, kondisi Rani sedang mengalami depresi berat, sehingga harus didampingi dokter ahli jiwa.
Ujung Tombak
Cakupan peran wanita di institusi kepolisian atau yang dikenal dengan sebutan polisi wanita (polwan) dalam perkembangannya hampir menyamai profesi yang identik dilakoni kaum adam. Mulai dari tugas yang ada pada lingkup kantor-kantor kepolisian sampai dengan misi di lapangan, keberadaan para polwan pun tidak luput dilibatkan pada berbagai tugas.
Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai peran polwan penting untuk menjadi ujung tombak di kantor kepolisian mana pun pada sektor wilayah. Maraknya kasus kejahatan baik korban atau pelakunya wanita menjadikan keberadaan polwan perlu ditambah, khususnya di kantor polisi sektor wilayah (polsek) yang memiliki peran penting pengamanan suatu wilayah.
"Untuk itu ke depan Polri perlu melakukan penambahan jumlah polwan untuk di tempatkan di polsek-polsek. Sebab selama ini di polsek jarang sekali ada polwan, padahal polsek adalah ujung tombak kepolisian," kata Neta.
Mengapa demikian, lanjut Neta, apabila ada suatu kasus kejahatan, baik korbannya atau pelakunya wanita, kasus tersebut akhirnya harus dilimpahkan di Polres. Hal ini menurut Neta terjadi karena kurangnya keberadaan polwan di Polsek yang ada.
"Akibat tidak adanya polwan di polsek, wanita-wanita yang menjadi tersangka kejahatan diproses di polres. Padahal di banyak daerah, jarak polres cukup jauh dari polsek," ujar Neta.
Neta mengkritik Polri dinilai masih kurang memanfaatkan peran polwan. Strategi Polri dalam memanfaatkan keberadaan polwan menurutnya masih belum maksimal. "Padahal ada beberapa polwan yang punya prestasi di reserse, seperti Kompol Marta mantan Kapolsek Johar Baru," jelasnya.
Pengamat Kepolisian dari Universitas Indonesia, Bambang Widodo Umar, menghargai kesetaraan peran wanita yang sudah ada di institusi kepolisian. Berbagai fungsi, lanjutnya, seperti di satuan lalulintas, reskrim, intel, dan lainnya sudah mulai dilakoni seorang polwan.
"Saya melihat polwan sudah cukup maju, kepolisian mendayagunakannya sampai di pucuk pimpinan. Yang perlu ditambah mungkin masalah pengetahuan polwan berkaitan masalah psikologi atau kriminologinya melalui pendidikan lagi," ujar Bambang.
Misalkan dalam fungsi penyelidikan kasus kejahatan terhadap wanita, Bambang mengatakan pengetahuan yang baik seorang polwan akan meningkatkan juga relasi dan komunikasi dengan korban.ins
Asal Usul Korupsi Polisi
Lagi-lagi berita korupsi polisi. Padahal berita kasus dugaan korupsi pengadaan simulator SIM senilai Rp 3 miliar oleh Mantan Kepala Korlantas Irjen Djoko Susilo belum reda. Tapi baru-baru ini publik kembali dihebohkan video polisi lalu lintas korupsi di Bali.
Lebih ‘hot’ berita  Aiptu Labora dibekuk tim gabungan dari Polda Papua dan Bareskrim Polri saat mengunjungi Kantor Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Sabtu malam 18 Mei kemarin.
Pengusutan kasus Aiptu Labora berawal dari laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang menemukan kecurigaan atas transaksi rekeningnya yang mencapai Rp 1,5 triliun. Diduga uang dalam rekening tersebut berasal dari praktik penimbunan BBM dan penyelundupan kayu.
Nah, ribut-ribut berita polisi korupsi ini, ada baiknya kita mengetahui asal usul korupsi polisi. Menurut Guru Besar Sosiologi Hukum Universitas Indonesia Bambang Widodo Umar, karena banyak kasus korupsi, kondisi kepolisian menjadi tidak normal.
"Seharusnya mereka menjadi contoh. Pengayom, menjaga keamanan, bukan meminta uang. Fenomena ini merupakan kondisi tidak normal," kata dia.
Bicara sejarah Bambang memang mengaku tidak faham detail kasus-kasus korupsi di instansi penegak hukum itu. Dia hanya mengatakan penyakit korupsi itu cukup lama menjangkiti intitusi, dan tampak sulit disembuhkan hingga kini.
Pada Tahun 2004, seperti ditulis Bambang dalam artikel yang dimuat Koran Sindo beberapa waktu lalu, Gubernur PTIK Irjen Pol Farouk Muhammad pernah mendorong mahasiswa PTIK Angkatan 39 A melakukan penelitian fenomena korupsi di lingkungan Polri.
Hasilnya, penyakit korupsi diidentifikasi telah merambah bidang operasional maupun pembinaan. Adapun bentuk korupsi; ada korupsi internal dan eksternal. Korupsi internal dilakukan petugas dengan tidak melibatkan masyarakat umum. Bentuk korupsi ini menyangkut kepentingan pelaku dalam lingkup kedinasan, tidak menyentuh langsung kepentingan publik.
Contohnya korupsi jual-beli jabatan (purchase of position), korupsi penerimaan menjadi anggota polisi (recruitment), korupsi dalam seleksi masuk pendidikan lanjutan, korupsi dalam pendistribusian logistik dan penyaluran dana keuangan.
Berikutnya korupsi eksternal, yaitu korupsi melibatkan kepentingan masyarakat secara langsung. Contohnya korupsi mendamaikan kasus perdata yang dianggap pidana, tidak melakukan penyidikan secara tuntas suatu kejahatan, pungutan pada penerbitan pelbagai bentuk surat SIM, SCTK, STNK, BPKB, surat laporan kehilangan barang dan lain-lain.
Selanjutnya Bambang mengutip Maurice Punch (1985) dalam buku Police Organization. Punch mengatakan, korupsi polisi terjadi karena mereka menerima atau dijanjikan keuntungan yang signifikan, di antaranya; untuk melakukan sesuatu yang ada dalam kewenangan, melakukan sesuatu di luar kewenangan, melakukan diskresi legitimasi dengan alasan tidak patut, dan menggunakan cara di luar hukum untuk mencapai tujuan.
Sementara itu, Benedict Anderson dalam bukunya berjudul 'The Ideal of Power in Javanese Culture' (1972), mengatakan bahwa korupsi di Indonesia sudah terjadi sebelum Belanda menjajah Indonesia. Bahkan ada yang bilang VOC bangkrut pada awal abad 20 akibat korupsi yang merajalela di semua lini, termasuk kantor keamanan atau polisi.
Setelah proklamasi kemerdekaan banyak petinggi Belanda kembali pulang. Posisi kosong mereka kemudian diisi oleh kaum pribumi pegawai pemerintah Hindia Belanda (ambtenaar) yang tumbuh dan berkembang di lingkungan korup. Kultur korupsi tersebut berlanjut hingga masa pemerintah Presiden Soekarno, Orde Lama dan Presiden Soeharto, Orde Baru.
Periode orde baru tidak banyak kasus korupsi para jenderal terkuak. Namun demikian, Rum Aly, dalam bukunya berjudul Titik Silang Jalan Kekuasaan Tahun 1966 terbitan Kata Hasta Pustaka, Jakarta, I Juli 2006, sempat menulis kasus korupsi jumbo pejabat polisi yang tercatat pertama kali pada akhir 1970-an yang dilakukan Letnan Jenderal Siswadji bersama colega para jederal yang menggerogoti uang institusi hingga Rp 44 miliar.
Setelah itu kasus-kasus korupsi melibatkan pejabat kepolisian terus mencuat hingga sekarang. Sebelum dugaan kasus korupsi Irjen Djoko timbul, kasus korupsi lebih dulu menyeret Jendral Susno Duadji, Perwira Polisi Edmond Elyas, Raja Erizman, Suyitno Landung dan Samuel Ismoko.mrd

Tidak ada komentar:

Posting Komentar