“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim”. (QS. Asy Syuura [42] ; 40)
Jumat, 28 Juni 2013
Minggu, 23 Juni 2013
Polisi Bejat, Mabuk dengan Wanita
0inShare
OPINI
|
Oknum Polisi Berseragam Mabuk
dengan Wanita yang gak jelas asal usulnya. Hmm…. di tengah citra
polisi dan polri yang sedang terpuruk.. kok tambah kacau seperti
ini.. Apa karena dia merasa polisi yang ditakuti oleh masyarakat
karena seragam dan pistol yang selalu ditentang kemana-mana?
Cilakanya.. foto ini diambil dalam keadaan
masih menggunakan seragam…. yayaya.. SERAGAM POLISI.. Almamater yang
seharusnya dijunjung tinggi…. tolong cermati foto ini dan segera
ditindak lanjuti atas apa yang telah dia lakukan .. jangan semakin
mencoreng nama kepolisian…..
Gimana pendapat sahabat semuanya yang telah melihat foto ini ?
Mau dibawa kemana aparat penegak hukum kita ini ?
Polisi Minta Suap Turis Di Bali Tayang di TV Belanda
Benar-benar memalukan. Rekaman dari kamera tersembunyi tentang polisi Indonesia yang menerima suap ditayangkan SBS 6, sebuah televisi komersial di Belanda. Rekaman itupun sudah diunggah di Youtube dengan judul Korupsi Di Bali/ Corruption Police in Bali sejak 1 April 2013 lalu.
Dalam tayangan itu jelas terlihat betapa konyolnya Polisi Indonesia yang tidak terlihat pangkat dan namanya itu.
Kejadian itu bermula ketika seorang turis Belanda ditangkap karena naik motor tanpa helm. Kemudian oleh polisi dibawa ke pos polisi.
Mereka berbincang dalam bahasa Inggris dan polisi tanpa sadar turis itu membawa kamera tersembunyi,. Kemungkinan besar dia memang reporter yang menyamar.
Percakapan keduanya kurang lebih seperti ini
Polisi: Kamu tahu kesalahan apa?
Turis : hmmm
Polisi : (memegang kepalanya) helm. Kamutidak menggunakan helm.
Turis: Terus bagaimana
Polisi : Kalau kamu di pengadilan bayar sekitar Rp1,2 juta.
Turis : Wow
Polisi: Tapi kalau bayar di sini cukup Rp200 ribu.
Turis : 20 Dollar?
Polisi: Ya mungkin 200 dolar
Turis pun membayar.
Polisi: Siapa nama Anda
Turis : Van der Spek
Polisi: Van der Spek..dari Rusia?
Turis: Dari Netherland, Belanda
Polisi: Wow Belanda. Saya suka sepakbola Belanda (sambil bergaya bak pemain sepakbola). Oke urusan Anda selesai
Turis : Terus bagaimana nanti kalau ada polisi lagi
Polisi: Tidak masalah. Untuk hari ini tidak masalah. Anda bebas ke mana saja.
Turis : tanpa helm?
Polisi : Ya tanpa helm
Keduanya berjalan keluar pos. Jelas ada kamera lain dari jauh yang mengintai sehingga aktivitas terlihat jelas. Turis itu sudah naik ke motor tetapi justru berbincang-bincang yang akhirnya polisi justru mengajak minum bir. Mereka masuk lagi ke pos.
Polisi: Seratus ribu buat beli bir. Seratus ribu buat pemerintah saya. (Polisi keluar dan tidak lama masuk lagi bawa beberapa botol bir)
Turis: Saya cukup satu
Polisi: Satu? Cukup?
Turis: Saya sedang mengendarai kamu kan polisi (pasti tahu soal aturan tidak boleh mengendari motor sambil mabuk)
Polisi: Tidak masalah. Nanti kalau ada masalah cari saya saja.
Akhirnya minum bir bersama pun berlangsung. Seorang polisi masuk mengambil satu botol dan ikut minum
Turis: Sehari ini sudah berapa orang yang membayar ke kamu (suap)
Polisi: Tiga orang.
Turis : Saya paling besar ya?
Polisi: Kamu yang nomor dua. Pertama 300ribu, kamu 200 ribu dan satunya 100 ribu.
Siaran itu disiarkan di SBS 6. Sebuah televisi komersial di Belanda. Hal ini karenaada logo televisi tersebut di video tersebut.
Lebih lengkap lihat videonya, klik link gambar di bawah
Itulah polisi Indonesia. Ruarrrrrrrr biasa (rusaknya). Tapi paling Kapolri akan mengatakan ”Itu oknum”
Polisi 'Pemalak' Turis di Bali Itu Aipda Komang Sarjana
(courtesy: Youtube)
Polisi lalu lintas di Bali terekam dalam video yang beredar di Youtube tengah memalak seorang turis Belanda yang ditilang dan minum bir di dalam Pos Polisi. Anggota Satlantas Polres Badung itu diketahui adalah Aipda KomangSarjana.
"Ya memang bertugas di Polres Badung," ujar Kasubbag Humas Polres Badung AKP Made Dina di Bali, Kamis (4/4/2013).
Menurutnya, saat ini Aipda Komang Sarjanamasih menjalani pemeriksaan di Propam Polda Bali dan diamankan di Mapolda Bali.
Kapolres Badung AKBP Komang Suarthana mengakui seorang polisi di Bali yang menilang turis asal Belanda dan 'memalaknya' adalah anak buah dia. Menurut Komang, kejadian pemalakan itu berlangsung pada 6 bulan yang lalu.
"Kejadiannya 6 bulan yang lalu, tapi baru masuk Youtube tanggal 1 April," ungkap Komang saat dihubungi Liputan6 .
Dilihat dari pangkatnya saat itu, Komang Sarjana merupakan Brigadir Polisi. Namun, kini ia mendapatkan kenaikan pangkat menjadi Aipda.
Profil Turis Kriwil Belanda Pembuat Video Polisi Bali 'Pemalak'
Kees Van Der Spek (peterrdevries.n)
Video turis asal Belanda bernama Kees Van Der Spek yang 'dipalak' oleh polisi lalu lintas di Bali berpangkat brigadir polisi kepala (Bripka) menuai banyak kontroversi. Belum diketahui apa tujuan Van Der Spek mengabadikan momen saat dirinya ditilang secara diam-diam. Hanya untuk lucu-lucuan atau untuk membuktikan sesuatu?
Informasi yang dihimpun Liputan6 dari Wikipedia yang dilansir Kamis (4/4/2013), turis belanda bernama lengkapKees van der Spek yang lahir tahun 1964 itu adalah seorang jurnalis.
Melalui situs tersebut, pria yang usianya hampir setengah abad itu adalah seorang reporter televisi. Ia bekerja bersama rekannya Peter R. de Vries. Keduanya adalah jurnalis spesialis kriminal.
Van Der Spek bertugas untuk mencari berita pada program televisi Belanda bertajuk Peter R. de Vries, yang menayangkan penyelidikan rahasia.
Sebelumnya ia juga sempat terlibat dalam pencarian seorang siswi Amerika bernama Natalee Ann Holloway yang hilang saat tur dari sekolahnya ke Aruba . S ebuah negara mirip Karibia di Kerajaan Belanda. Natalee hilang pada 24 Mei 2005, dan Spek pun ikutterlibat dalam kasus itu d engan informan Patrick Van Der Eem.
Wartawan Multitalenta
Tak hanya mahir dalam melakukan penyelidikan, turis Belanda berambut keriwil itu ternyata juga pandai menulis. Pada 2008, ia sempat merilis sebuah buku bertajuk Achter de schermen bij Peter R. de Vries atau Behind The Scenes dari program televisi berjudul Peter R. de Vries.
Diketahui dari akun jejaring sosial dengan nama lengkapnya Kees Van Der Spek, pria berusia 49 tahun itu adalah penyuka musikBach, Tom Waits, Leonard Cohen, dan Coldplay.
Masih dari akun Facebook miliknya, ia diketahui bekerja di Endemol, sebuah televisi produksi internasional dan perusahaan distribusi yang berkantor pusatBelanda. Di perusahaan tersebut ia menjabat sebagai direktur sekaligus reporter.
Pria Belanda yang juga fasih berbahasa Inggris itu ternyata lulusan dari NHTV Breda, European School of Bergen New York, CSG Oude Hoven Gorinchem, Moderne Humaniora Bujumbura, Vrije Atheneum Paramaribo.
Ternyata pria yang memiliki rambut kriwil itu telah menikah dengan wanita berambut panjang bernama Annabelle Van Der Spek.
Van Der Spek Juga Bongkar Praktik Mafia Money Changer di Bali
Van Der Spek, tak hanya sukses merekam anggota Polantas Bali yang sedang minta uang damai. Turis asal Belanda ini juga membongkar praktik kotor para mafia money changer di Pulau Dewata. Der Spek pun berhasil merekam aksi para mafia money changer yang kerap ngibulin para turis asing di Pulau Dewata itu.
Aksi Van Der Spek itu bisa dilihat di youtubeyang baru diunggah pada 1 April lalu. Di Youtube, video berdurasi 5 menit 28 detik itu diberi nama 'Penipuan Turis di Bali / Fraud to tourists in Bali '
Awalnya tampak bahwa bahwa bule berambut kriting pirang itu memasuki sebuah money changer di sebuah gang sempit di kawasan Bali . Dia pun lalu menukarkan uang dolar ke dalam pecahan rupiah.
Harga sudah setuju, uang rupiah yang akanditukar pun sudah dihitung dan disiapkan petugas kasir. Namun dengan kecepatan tangan yang dimiliki kasir tersebut, beberapa lembar uang Rp 50 ribu ia jatuhkan ke laci. Uang yang sudah berkurang jumlahnya itu pun segera berpindah tangan ke Van Der Spek.
Ketika keluar bilik money changer , Van DerSpek lalu menghitung rupiah yang dia terima. Dan benar saja, rupiah yang dia terima tidak sesuai dengan nilai tukar yangseharusnya.
Bule itu pun kemudian masuk dan memintakekurangan uangnya dikembalikan, tetapi usahanya sia-sia. Sang kasir menolak mengembalikan uangnya.
Bukan sekali saja Van Der Spek merekam hal itu. Dia lalu kembali melakukan penukaran mata uang di lokasi berbeda, namun perlakuan sama tetap dia alami.
Seorang kasir money changer berkaos putihmengelabuhi dengan cara yang sama di tempat pertama. Dengan cepatnya sang kasir bisa mengurangi tumpukan uang rupiah dan dimasukkan ke dalam laci. Tetapi kali ini sang kasir kalah gertak.
"How did you do it? why? because stupid turis?" ujar Van Der Spek dalam video tersebut.
"Tell me the secret?" desak Van Der Spek kepada pria yang mengakalinya itu.
Sang petugas kasir rupanya tidak bisa mengelak lagi bahwa dirinya telah mengelabuhi pelanggannya. Dia pun segerameminta maaf kepada Van Der Spek.
"Sorry yah. Do you want to look?" ujarnya.
Kasir itu pun langsung mempraktikan bagaimana trik yang digunakannya untuk mengurangi setumpuk uang rupiah yang dia genggamnya. Dan memang butuh kecepatan dan ketenangan untuk melakukan trik tersebut.
Kasus tersebut sebenarnya akan merugikanwarga Bali tentunya. Selama ini Bali dikenal sebagai kota tujuan turis internasional. Namun bila kecurangan seperti itu terus terjadi, bukan tidak mustahil Bali akan ditinggalkan para turis asingnya.
Berikut video Van Der Spek saat merekam aksi para mafia money changer sedang beraksi:
Video Polantas Terima
Suap dari Bule Disiarkan TV Belanda
Jakarta (CiriCara.com) – Video polisi lalu lintas (Polantas) di Bali
yang menerima uang “damai” saat menilang seorang turis ternyata juga
disiarkan di TV Belanda. Dalam video yang beredar di Youtube terlihat
logo dari televisi Belanda, SBS6.
imagebam.comSumber foto: YouTube
Video yang diberi judul “Polisi Korupsi Di Bali/ Corruption Police in
Bali” menggambarkan sebuah situasi saat turis bernama Kees van Der Spek
ditilang polisi karena tidak memakai helm saat mengendarai sepeda motor.
Saat melakukan interogasi, ternyata polisi itu malah meminta uang
“damai” kepada Kees.
Kees pun kemudian memberikan uang “damai” sekitar Rp 200 ribu agar dia
tidak perlu disidang. Parahnya, polisi tersebut kemudian mengajak Kees
untuk meminum bir. “Yang seratus untuk beli bir. Yang seratus untuk
pemerintah saya,” kata polisi tersebut.
Lihat videonya di sini.
Setelah diselidiki, ternyata rekaman video tersebut merupakan bagian
dari salah satu acara televisi berjudul “Oplichters in het Buitenland”.
Dimana Kees merupakan seorang reporter dari acara yang menceritakan
tindak kriminal yang sering terjadi pada turis Belanda itu.
“Saya mencari tahu kriminalitas sering menimpa para turis, utamanya asal
Belanda, dan saya rela menjadi korban untuk mengetahui kejahatan itu,”
ujar Kees, seperti dikutip dari Merdeka.com, Kamis (4/4/2013).
Menurut pengakuan Kees, rekaman suap tilang tersebut diambil pada tahun
2012 lalu. Dia sengaja menjadi korban agar bisa merekam kelakuan polisi
“nakal” itu. Selain Kees, ada satu kamera lagi yang memantau situasi di
sekitar pos polisi dari seberang jalan.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Bali Kombes Hariadi mengaku akan segera
melakukan pelacakan terhadap oknum yang terekam dalam video tersebut.
Ia juga telah memerintahkan semua jajarannya untuk melapor. “Masih kami
cek,” ujarnya.
(YG)
Read more at: http://ciricara.com/2013/04/04/video-polantas-terima-suap-dari-bule-disiarkan-tv-belanda/
Copyright © CiriCara.com
Read more at: http://ciricara.com/2013/04/04/video-polantas-terima-suap-dari-bule-disiarkan-tv-belanda/
Copyright © CiriCara.com
Video Polantas Terima
Suap dari Bule Disiarkan TV Belanda
Jakarta (CiriCara.com) – Video polisi lalu lintas (Polantas) di Bali
yang menerima uang “damai” saat menilang seorang turis ternyata juga
disiarkan di TV Belanda. Dalam video yang beredar di Youtube terlihat
logo dari televisi Belanda, SBS6.
imagebam.comSumber foto: YouTube
Video yang diberi judul “Polisi Korupsi Di Bali/ Corruption Police in
Bali” menggambarkan sebuah situasi saat turis bernama Kees van Der Spek
ditilang polisi karena tidak memakai helm saat mengendarai sepeda motor.
Saat melakukan interogasi, ternyata polisi itu malah meminta uang
“damai” kepada Kees.
Kees pun kemudian memberikan uang “damai” sekitar Rp 200 ribu agar dia
tidak perlu disidang. Parahnya, polisi tersebut kemudian mengajak Kees
untuk meminum bir. “Yang seratus untuk beli bir. Yang seratus untuk
pemerintah saya,” kata polisi tersebut.
Lihat videonya di sini.
Setelah diselidiki, ternyata rekaman video tersebut merupakan bagian
dari salah satu acara televisi berjudul “Oplichters in het Buitenland”.
Dimana Kees merupakan seorang reporter dari acara yang menceritakan
tindak kriminal yang sering terjadi pada turis Belanda itu.
“Saya mencari tahu kriminalitas sering menimpa para turis, utamanya asal
Belanda, dan saya rela menjadi korban untuk mengetahui kejahatan itu,”
ujar Kees, seperti dikutip dari Merdeka.com, Kamis (4/4/2013).
Menurut pengakuan Kees, rekaman suap tilang tersebut diambil pada tahun
2012 lalu. Dia sengaja menjadi korban agar bisa merekam kelakuan polisi
“nakal” itu. Selain Kees, ada satu kamera lagi yang memantau situasi di
sekitar pos polisi dari seberang jalan.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Bali Kombes Hariadi mengaku akan segera
melakukan pelacakan terhadap oknum yang terekam dalam video tersebut.
Ia juga telah memerintahkan semua jajarannya untuk melapor. “Masih kami
cek,” ujarnya.
(YG)
Read more at: http://ciricara.com/2013/04/04/video-polantas-terima-suap-dari-bule-disiarkan-tv-belanda/
Copyright © CiriCara.com
Read more at: http://ciricara.com/2013/04/04/video-polantas-terima-suap-dari-bule-disiarkan-tv-belanda/
Copyright © CiriCara.com
Dua Polisi Bali Terima Suap Turis Dibebastugaskan
Rabu, 10 April 2013 | 14:47 WIB
youtube.com
TERKAIT
"Keduanya sudah dibebastugaskan sampai dengan batas waktu yang tidak ditetapkan dan selama ini masih dalam pengawasan intensif dari Provos Polda Bali," ujar Hariadi di Denpasar, Bali, Rabu (10/4).
Menurut Hariadi, dua oknum polisi itu setiap hari tetap datang ke kantor dan melakukan tugas rutin, seperti apel pagi dan absensi. Setelah itu keduanya harus menjalani serangkaian pemeriksan oleh penyidik dari Propam Polda Bali. Keduanya terancam dikenai pelanggaran etika profesi.
Setelah fokus ke pelanggaran etika profesi, langkah penyidik Propam selanjutnya kemungkinan besar membidik pelanggaran pasal suap untuk pengadilan umum.
"Namun kemungkinan kedua ini masih belum pasti. Dan terkait dengan etika, keduanya sudah melakukan permintaan maaf secara terbuka kepada institusi Polri," ujarnya.
Sementara, menurut Hariadi, Polda Bali sampai saat ini belum memikirkan upaya pemanggilan terhadap Van Der Spek, jurnalis yang mengunggah video pungli tersebut ke situs YouTube.(Arnoldus Dhae)
Editor: Dendi Suharyana
Dua Polisi Bali Terima Suap Turis Dibebastugaskan
Rabu, 10 April 2013 | 14:47 WIB
youtube.com
TERKAIT
"Keduanya sudah dibebastugaskan sampai dengan batas waktu yang tidak ditetapkan dan selama ini masih dalam pengawasan intensif dari Provos Polda Bali," ujar Hariadi di Denpasar, Bali, Rabu (10/4).
Menurut Hariadi, dua oknum polisi itu setiap hari tetap datang ke kantor dan melakukan tugas rutin, seperti apel pagi dan absensi. Setelah itu keduanya harus menjalani serangkaian pemeriksan oleh penyidik dari Propam Polda Bali. Keduanya terancam dikenai pelanggaran etika profesi.
Setelah fokus ke pelanggaran etika profesi, langkah penyidik Propam selanjutnya kemungkinan besar membidik pelanggaran pasal suap untuk pengadilan umum.
"Namun kemungkinan kedua ini masih belum pasti. Dan terkait dengan etika, keduanya sudah melakukan permintaan maaf secara terbuka kepada institusi Polri," ujarnya.
Sementara, menurut Hariadi, Polda Bali sampai saat ini belum memikirkan upaya pemanggilan terhadap Van Der Spek, jurnalis yang mengunggah video pungli tersebut ke situs YouTube.(Arnoldus Dhae)
Editor: Dendi Suharyana
Dua Polisi Bali Terima Suap Turis Dibebastugaskan
Rabu, 10 April 2013 | 14:47 WIB
youtube.com
TERKAIT
"Keduanya sudah dibebastugaskan sampai dengan batas waktu yang tidak ditetapkan dan selama ini masih dalam pengawasan intensif dari Provos Polda Bali," ujar Hariadi di Denpasar, Bali, Rabu (10/4).
Menurut Hariadi, dua oknum polisi itu setiap hari tetap datang ke kantor dan melakukan tugas rutin, seperti apel pagi dan absensi. Setelah itu keduanya harus menjalani serangkaian pemeriksan oleh penyidik dari Propam Polda Bali. Keduanya terancam dikenai pelanggaran etika profesi.
Setelah fokus ke pelanggaran etika profesi, langkah penyidik Propam selanjutnya kemungkinan besar membidik pelanggaran pasal suap untuk pengadilan umum.
"Namun kemungkinan kedua ini masih belum pasti. Dan terkait dengan etika, keduanya sudah melakukan permintaan maaf secara terbuka kepada institusi Polri," ujarnya.
Sementara, menurut Hariadi, Polda Bali sampai saat ini belum memikirkan upaya pemanggilan terhadap Van Der Spek, jurnalis yang mengunggah video pungli tersebut ke situs YouTube.(Arnoldus Dhae)
Editor: Dendi Suharyana
Perwira Polisi Aniaya Bocah 12 Tahun di Medan, Keluarga Minta Perlindungan
Orangtua F,12,Ali Nur,warga Jalan Panglima Denai Gang Seser Medan Amplas mengatakan, keputusannya meminta pendampingan KPAID karena kasus penganiayaan yang menimpa anaknya sarat rekayasa, dan telah terjadi pemutarbalikan fakta. Ketua KPAID Sumut Zahrin Piliang, dia menceritakan, anaknya dan anak Iptu HH, RH,12, terlibat perkelahian di sebuah warung internet saat pulang sekolah pada 1 November lalu.
Perselisihan kedua anak tersebut, persoalan sepele, gara-gara game on line. “Anak saya minta password game Point Blank kepada RH, tapi diberi yang salah..” ”Jadi anak saya minta password yang benar.Tapi,RH tidak memberinya dan anak saya berkata, percuma anak polisi, tapi pelit,” katanya kepada wartawan di Kantor KPAID Sumut. Mendengar perkataan tersebut, RH emosi dan memukul F.Kedua bocah yang rumahnya berhadapan itu pun terlibat perkelahian.
Warga yang melihat langsung melerai. Beberapa saat kemudian RH datang ke rumah F bersama ibu bapaknya, yakni HH dan S. RH dan HH memukul pelajar kelas 2 Madrasah Tsanawiyah (MTs) Al Ulum Medan ini. Rupanya kejadian ini terlihat adik F,AF, 9, yang sontak menangis ketakutan.Tetapi, S yang merupakan guru di SDN Tuar Amplas malah menampar AF. Ali yang kebetulan keluar dari kamar kaget melihat anaknya diperlakukan demikian.
“Saya lihat sendiri anak saya dipukuli mereka. Saya langsung kejar keluar.Saya peluk polisi itu dari belakang. Saya bilang ini hanya persoalan anak kecil. Sudahlah, jangan diperbesar lagi. Jangan pukul anak saya lagi, kasihan wajahnya sudah memar begitu.Tapi, mereka tetap memukuli anak saya,”bebernya. Melihat hal itu,Ali Nur langsung melaporkannya Iptu HH berserta istrinya ke Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Utara (Sumut).
Namun, pengaduan tersebut tidak ditanggapi. Bahkan petugas kepolisian berusaha mendamaikan kedua belah pihak. F yang telah mengalami luka dan trauma dengan kejadian tersebut tak mendapat pertanggungjawaban dari Iptu HH. Kemudian,3 November 2011, Ali kembali membuat laporan ke polda, dan laporannya diregistrasi petugas dengan nomor No.Pol : LP/872/XI/2011/ SPKT. Nasib laporan ini sama dengan laporan pertama,yakni tidak dilanjuti.
Bahkan,saat dia menanyakan kasus itu, ternyata berkasnya sudah dialihkan ke Kepolisian Resor Kota (Polresta) Medan tanpa alasan yang jelas. “Kalau perkelahian sesama anak-anak saya terima, tapi kalau anak saya dianiaya sama orang tua ini yang tidak saya terima, dan saya meminta keadilan hukum. Orang tua mana yang terima melihat anaknya dipukul. Ini yang saya tidak terima,” tuturnya.
Tak lama kemudian, dia mendapat panggilan sebagai saksi oleh petugas Kepolisian Sektor Kota (Polsekta) Patumbak atas status anaknya sebagai tersangka penganiayaan terhadap RH. Laporan tersebut dilakukan Iptu HH.“Anak saya langsung ditetapkan sebagai tersangka pada pemanggilan pertama,”urainya. Terkejut dengan hal tersebut Ali Nur yang hanya bekerja di sebuah jasa pengiriman di Jalan Sisingamangaraja pun meminta meminta penangguhan penahanan.
“Tapi saya diwajibkan membawa F agar melapor dua minggu sekali.Kenapa begini, saya melaporkan tidak ditanggapi.Tapi, anak saya dilaporkan langsung jadi tersangka,” katanya. Ketua KPAID Sumut Zahrin Piliang mengatakan, dari penjelasan orangtua F tersebut terlihat jelas adanya kejanggalan yang dilakukan polisi dalam penanganan kasus ini.Kejanggalan semakin tampak jelas ketika F dilaporkan orangtua RH dan langsung ditetapkan sebagai tersangka.
“Laporan orangtua F tidak tindaklanjutnya.Tapi,tiba-tiba F dilaporkan sebagai tersangka. Ada apa ini?,”tanyanya. Dia melanjutkan,“Perkelahian anak-anak, silakan diselesaikan. Tapi, pemukulan Iptu HH jelas itu melanggar hukum dan kami akan mendampingi kasus ini. Kami akan pertanyakan dan meminta penjelasan ke Polresta Medan,”pungkasnya.
Sementara itu,Polresta Medan telah menetapkan empat orang menjadi tersangka dalam kasus penganiayaan yang dilakukan oknum polisi yang bertugas di Polres Pelabuhan Belawan itu. “Sudah empat orang dijadikan tersangka, yaitu Iptu HH,SS (istri Iptu HH), RH (anak Iptu HH) dan F (korban pengeroyokan),” ujar Kapolresta Medan Komisaris Besar (Kombes) Pol Tagam Sinaga saat mendatangi Polsek Patumbak, Jumat 6 Januari 2012.
Saat ini keempat tersangka tidak dilakukan penahanan, apalagi dua di antaranya berstatus anak-anak. Untuk RH, SS, dan HH, Tagam mengatakan, akan dijerat pasal 351 ayat 7 KUHPidana penganiayaan secara bersama-sama sedangkan F dikenakan pasal 351 KUHPidana. “Karena tidak mungkin hanya satu pihak saja yang dilakukan penahanan, apalagi dari hasil pemeriksaan tidak ada keinginan para tersangka untuk menghilangkan barang bukti, jadi buat apa ditahan,” ungkap Tagam.
Penetapan tersangka bukan baru ini dilakukan, tetapi sudah ditetapkan pada 3 November 2011 lalu, karena kedua pihak masing-masing membuat laporan jadi semuanya harus diproses. Dia membantah adanya anggapan keberpihakan dalam penanganan kasus hukum yang menimpa F. Merea tidak berpihak kepada salah satunya, buktinya status tersangka juga ditetapkan kepada keluarga RH lawannya berkelahi serta kedua orang tua RH yang ikut terlibat.
Meski berkas kedua belah pihak sudah selesai di kepolisian, namun Tagam mengatakan, masih tetap mempertimbangkan opsi berdamai di antara kedua belah pihak. Karena menurut dia, keterlibatan anak berusia dibawah umur seharusnya diselesaikan diluar proses hukum.
Seperti diketahui, status tersangka yang ditetapkan kepada F,terlibat perkelahian dengan RH beserta orang tuanya sempat membuat heboh. Namun ternyata status yang sama juga telah ditetapkan pihak kepolisian terhadap pihak RH dan kedua orang tuanya.(sindo)
Tega-teganya Polisi Memungli Mobil Rombongan Pengantin
- Kamis, 5 Maret 2009 | 09:35 WIB
Dalam audiensi itu, HM Bachtiar, Ketua Paguyuban Angkutan HS mengutarakan keluhannya. Di pos polisi Kletek dekat traffic light, polisi yang sedang berjaga terkesan ’sembunyi’ sekitar 25 meter sebelah barat pos polisi.
Bahkan, pos polisi itu jarang difungsikan untuk memantau kepadatan arus dan mengingatkan pengguna jalan yang melanggar. “Kan aneh polisi tidak di pos, malah ada di pos satpam sebuah perusahaan,” tutur Bachtiar dengan suara lantang.
Ditambahkan pula, jika angkutan desa dipakai keluar kota untuk acara iring-iringan pengantin, misalnya ke Mojokerto, harus membayar Rp 25.000 kepada petugas setempat. Tetapi, kalau mobil angkutan desa lain masuk ke Sidoarjo tidak dipungut.
Kadishub Pemkab Sidoarjo Djoko Sartono menuturkan, sopir angkutan desa jika mau ke luar kota hendaknya datang ke Dishub dan minta izin insidentil. “Kami jamin izin itu gratis dan sesuai permintaan berapa hari dalam perjalanan. Sidoarjo tidak memberlakukan seperti itu,” tuturnya.
Sementara itu, Ipda Azis, Kanit Patroli Polres Sidoarjo yang ikut dalam sosialisasi kemarin menuturkan, pos polisi Kletek bukan wilayah Polres Sidoarjo, tetapi milik Polwiltabes Surabaya. “Itu bukan dari Polres Sidoarjo. Nanti akan saya koordinasikan,” tutur Ipda Azis di hadapan puluhan sopir.(mif)
Polisi Bejad, Tega Hamili Anaknya Sendiri
Ilustrasi
TRIBUNJOGJA.COM, SUNGGUMINASA -
Seorang oknum polisi sektor (Polsek) Parangloe terpaksa diamankan di
Polres Gowa, karena menghamili anak kandungnya sendiri hingga
melahirkan.
Hal ini dibenarkan oleh Camat Parangloe, Saleh yang dihubungi Tribun, Sabtu (9/3/2013).
"Sudah dibawa ke Polres Gowa dari kemarin dek. Sepertinya, anaknya juga diperiksa," ujarnya.
Mawar (nama samaran) yang diketahui berumur sekitar 18 tahun ini sudah tidak melanjutkan sekolah. Ia lebih banyak di rumah. Saleh juga mengatakan kalau Mawar sudah melahirkan.
Hingga berita ini diturunkan, belum belum ada konfirmasi dari pihak Polres Gowa. (*)
Hal ini dibenarkan oleh Camat Parangloe, Saleh yang dihubungi Tribun, Sabtu (9/3/2013).
"Sudah dibawa ke Polres Gowa dari kemarin dek. Sepertinya, anaknya juga diperiksa," ujarnya.
Mawar (nama samaran) yang diketahui berumur sekitar 18 tahun ini sudah tidak melanjutkan sekolah. Ia lebih banyak di rumah. Saleh juga mengatakan kalau Mawar sudah melahirkan.
Hingga berita ini diturunkan, belum belum ada konfirmasi dari pihak Polres Gowa. (*)
Editor : Joko Widiyarso || Sumber : Tribunnews
Tega! 2 Bocah Dieksekusi Mati karena Mengais Makanan dari Polisi
oleh Elin Yunita Kristanti
Posted: 11/06/2013 13:00
Dua bocah malang itu, berusia 10 dan 16 tahun, dipenggal di selatan Provinsi Kandahar, setelah mereka mengumpulkan makanan sisa dari sebuah pos polisi. Demikian diungkap juru bicara polisi, Ghorzang Afridi.
"Anak-anak itu biasa pergi ke pos polisi untuk mengumpulkan makanan dan apapun yang dibuang oleh anggota polisi. Taliban yang menganggap mereka adalah mata-mata polisi, menculik dua bocah malang itu, dan memenggalnya," kata Ghorzang Afridi seperti dimuat Al Arabiya, Senin 10 Juni 2013.
"Mereka hanya anak-anak miskin yang menyambung hidup dengan memulung dan mengambil barang-barang yang tak lagi terpakai," tambah dia.
Jasad dua korban ditemukan warga di area terpencil di Distrik Zhari, dan melaporkannya pada polisi.
Sementara, juru bicara pemerintah provisi Kandahar, Javid Faisal, juga mengonfirmasi kejadian itu. Namun, Taliban membantah jadi pelaku.
Taliban Membantah
Dari markasnya yang terasing dan rahasia, juru bicara Taliban, Qari Yousuf Ahmadi menepis tuduhan itu. Ia justru menuding balik pemerintah yang menjadikan kejadian itu sebagai propaganda, sembari mengutuk kekejaman atas dua bocah tersebut.
"Pemerintah menggunakannya untuk pengalihan isu penyerangan di Kabul," kata dia merujuk pada serangan Taliban ke bandara di ibukota Kabul, Senin pagi kemarin.
Dalam kejadian itu, tujuh serdadu Taliban menyerang menggunakan senapan dan granat, menembaki gedung-gedung militer, sebelum mundur setelah ditangkis pasukan Afghanistan. Tak ada korban jiwa dari warga sipil dan aparat, namun serangan itu membuat sejumlah penerbangan dibatalkan atau ditunda selama beberapa jam.
Dua penyerang meledakkan dirinya sendiri, lima lainnya tewas saat pasukan elit Afghanistan menyerbu lokasi persembunyian para militan.
Masih di hari Senin, 6 gerilyawan menggunakan bom truk untuk menyerang gedung dewan provinsi dan pusat pendaftaran pemilih di provinsi selatan Zabul. Semua penyerang tewas dan tiga polisi dan 15 warga sipil terluka.
Agustus lalu Taliban memenggal kepala 17 anak muda , termasuk dua perempuan, yang menghadiri sebuah pesta musik di Provinsi Helmand. (Ein/Yus)
2 dari 3 Polisi Masuk Neraka
“2 dari 3 polisi
masuk neraka”. Mungkin kalimat ini terdengar asing dan agak aneh di
telinga kita, bahkan terdengar ngawur. Dimana letak keanehannya? ya,
biasanya kita mendengar suatu dalil dengan kalimat: “2 dari
3 hakim masuk neraka”. Mohon maaf sebelumnya, tulisan ini tidak berniat
untuk mengkritisi sesuatu dari segi agama atau melecehkan dalil hukum
Islam, tentu tidak, tulisan ini hanya sekedar untuk menyentuh hati
nurani para penegak hukum terutama para aparat kepolisian.
Menjadi seorang hakim dinilai sebagai suatu profesi yang berat, mengapa tidak? Karena
pekerjaan sebagai seorang hakim ialah pekerjaan yang sangat beresiko,
sebab keputusannya diharapkan dapat memenuhi keadilan dari pihak-pihak
yang bersengketa sehingga keputusan hakim menentukan nasib seseorang,
ketika keputusan dijatuhkan, tak jarang ada pihak yang tidak puas dengan
putusannya. Di dunia, ia akan berhadapan dengan para pihak yang tidak
berpuas hati dengan keputusannya, sedangkan di akhirat hakim diancam
dengan neraka jika tidak menetapkan keputusan sesuai dengan yang
seharusnya. Disinilah letak resikonya.
Kita
tahu bahwa di Indonesia, sebelum suatu perkara tindak pidana diadili dan
diputus oleh hakim di persidangan, perkara ditangani oleh pihak
kepolisian Sesuai pembagian kerja antara Kepolisian Negara
dan Kejaksaan, penuntutan perkara diserahkan semata-mata kepada
Kejaksaan, sedangkan untuk penyidikan diserahkan kepada Kepolisian. Nah
yang jadi permasalahan ialah bagaimana jika penyidikan dilakukan tanpa
keadilan?
Contoh
kasus nih, ada seorang korban tindak pidana asusila yang pelakunya
kebetulan anak pejabat yang secara otomatis dari kalangan orang berada
dan punya kekuasaan. Laporan si korban diterima namun dalam proses
penyidikan sangat tidak adil, penyidik pasif dalam penyidikan dan
akhirnya pelaku tidak juga ditetapkan sebagai tersangka
yang artinya cukup sudah perkara berhenti sampai di kepolisian saja.
Perlakuan penyidikpun sangat berbeda saat menyidik korban dan pelaku.
Polisi bahkan menampakkan jika mereka cenderung membela pelaku di depan
mata kepala korban. Sungguh ironis bukan? Tentu pertanyaan yang ada di
kepala kita dalam kasus ini ialah “Mengapa sikap penyidik demikian?”. Yah
tentu kita sudah tahu jawabnya. Kasus tersebut hanyalah salah satu
contoh kecil dari ribuan kasus yang ditangani oleh kepolisian tanpa
keadilan.
Wewenang
kepolisian dalam hal menyidik sangat memiliki peranan dalam sistem
hukum pidana di negara kita, menurut saya kunci dari perkara bisa
dilanjutkan atau tidak adalah berada di tangan kepolisian. Kita tidak
usah berfikir jauh-jauh sampai ke putusan hakim, sampai ke persidangan
atau apalah. Jika kepolisian tidak memberi rambu hijau untuk melanjutkan
perkara, tentu semua berakhir kan? Lalu bagaimana dengan para polisi
yang menangani perkara dengan lebih mementingkan mana pihak yang lebih
kuat duitnya? Lalu bagaimana nasib korban-korban yang datang ke kantor
polisi untuk mengharap keadilan namun mereka dari kalangan orang tidak
mampu? Taukah kita bahwa begitu banyak surat laporan tertumpuk di
kepolisian dan tidak ada penyelesaian dari laporan-laporan tersebut?
Jadi sekarang yang memutuskan seseorang bersalah atau tidak secara tidak
langsung sudah bergeser ya?
Jika
begitu, tentu menjalani profesi sebagai seorang polisi bisa dikatakan
sama beratnya dengan menjalani profesi sebagai hakim. Dan begitu pula
dengan pertanggung jawabannya kan??
Polisi, Dengarlah Rakyat Sebelum Terus Dikutuk
SERATUS kali, seribu kali atau bahkan beribu-ribu kali sudah
disampaikan oleh rakyat, kalau polisi ingin dipercaya rakyat, dengarlah
suara rakyat. Lewat dunia maya, media elektronik dan cetak bahkan lewat
demo turun ke jalan sudah disampaikan bagaiamana suara rakyat. Tapi
polisi belum juga mau mendengar suara rakyat.
Kemelut Polri dengan KPK adalah puncak penyebab kebencian rakyat kepada aparat berseragam coklat itu. Itu pun setelah rakyat melihat kalau polisi sengaja memusuhi KPK karena KPK dianggap polisi terlalu arogan khususnya kepada polisi sendiri. Polisi ternyata tidak terima kantornya digeledah KPK meskipun penggeledahan seperti itu sudah berkali-kali dilakukan di kantor-kantor lain. Belum pernah ada perlawanan dari instansi manapun ketika KPK menjalankan tugasnya seumpama pengeledahan itu. Tapi polisi tidak terima.
Rakyat yang jengkel kepada polisi memang sedang dan sudah memberikan berbagai suara lewat berbagai saluran media yang ada. Bahkan dalam tiga hari belakangan, berita dan komentar dukungan rakyat kepada KPK yang dianggap dikriminalisasi polisi, semakin tak terbendung. Sebuah komentar seorang demonstran tegas mengatakan, “Jangan biarkan kemarahan rakyat ini membesar.” Dimana-mana sudah mulai merebak demo-demo turun ke jalan yang secara jelas mendukung KPK. Jargon ’selamat Indonesia, selamatkan KPK’ adalah dua kata yang didengungkan terus-menerus.
Rakyat tetap tidak bisa menerima alasan polisi berusaha menangkap seorang polisi yang menjalankan tugas mulia memberantas korupsi dengan alasan yang dicari-cari. Alasan Novel diduga melakukan tindak pidana 8 tahun silam baru sekarang mau diproses, nyata-nyata secara telanjang polisi tampak berbohong. Bagaimana polisi bisa dipercaya rakyat kalau berbagai kasus yang melibatkan polisi sendiri seperti kasus ‘rekening gendut’ yang sudah ditelaah Tempo beberapa waktu lalu, malah tidak satupun oknumnya yang ditangkap. Sementara Novel Baswedan yang nyata-nyata melaksanakan tugas memberantas kejahatan kemanusiaan, kok malah mau ditangkap sekarang juga. Polisi saja pasti tidak percaya alasan itu.
Kelihatannya polisi masih belum juga mau mendengar suara rakyat. Polisi masih juga memaksa rakyat mendengar suara mereka yang semakin hari semakin sumbang terdengar oleh rakyat. Aneh, pucuk pimpinan polisi juga rupanya tidak bisa membaca kebohongan anak buahnya itu. Dia pun ikut menyebut Novel harus ditangkap karena terlibat tindak pidana.
Rakyat tidak akan berhenti membela KPK walaupun harus memusuhi polisi. Jadi, kalau polisi ingin dibela rakyat, tidak usah membuat pernyataan atau membuat konferensi pers seperti yang dilakukan Kabareskrim, Sutarman kemarin. Rakyat tidak percaya dengan itu semua. Lebih baik polisi berterus terang, kalau Novel itu berusaha ditangkap adalah untuk membungkam KPK agar tidak melanjutkan proses penyidikan dugaan korupsi simulator SIM itu. Tapi percayalah, keinginan seperti itu sudah tidak waktunya lagi. di zaman orba mungkin bisa.
Jadi, sudahlah Pak Polisi. Untuk beberapa oknum polisi yang saat ini merasa tersandung masalah korupsi, mundur sajalah dari arena. Lebih baik menjelaskan kepada rakyat kalau kesalahan itu, dulu, terlakukan karena sistem yang memaksa membuatnya. Kini ternyata sudah tidak bisa, ya hentikan. Lalu polisi-polisi yang masih bersih, masih bertintegritas tinggi dengan tanggung jawabnya, majulah ke depan. Beranilah menentang secara terbuka segala kebobrokan yang selama ini dilakukan.
Andai saja ini mau dilakukan, walaupun terasa terlambat, itu jauh lebih baik dalam rangka menyelamatkan institusi kepolisian dari pada memperuncing perseteruan dengan KPK. Tidak usah polisi menunggu perintah presiden karena presiden yang ditunggu-tunggu itu entah kemana. Bahkan sekarang rakyat juga sudah mulai tidak percaya juga kepada presiden yang diam seribu bahasa melihat perlawanan polisi kepada KPK ini.
Polisi, rakyat segera akan berbalik mendukung bapak-bapak seperti rakyat mendukung KPK jika bapak-bapak polisi yang terhormat mau secepatnya berubah langkah.***
Kemelut Polri dengan KPK adalah puncak penyebab kebencian rakyat kepada aparat berseragam coklat itu. Itu pun setelah rakyat melihat kalau polisi sengaja memusuhi KPK karena KPK dianggap polisi terlalu arogan khususnya kepada polisi sendiri. Polisi ternyata tidak terima kantornya digeledah KPK meskipun penggeledahan seperti itu sudah berkali-kali dilakukan di kantor-kantor lain. Belum pernah ada perlawanan dari instansi manapun ketika KPK menjalankan tugasnya seumpama pengeledahan itu. Tapi polisi tidak terima.
Rakyat yang jengkel kepada polisi memang sedang dan sudah memberikan berbagai suara lewat berbagai saluran media yang ada. Bahkan dalam tiga hari belakangan, berita dan komentar dukungan rakyat kepada KPK yang dianggap dikriminalisasi polisi, semakin tak terbendung. Sebuah komentar seorang demonstran tegas mengatakan, “Jangan biarkan kemarahan rakyat ini membesar.” Dimana-mana sudah mulai merebak demo-demo turun ke jalan yang secara jelas mendukung KPK. Jargon ’selamat Indonesia, selamatkan KPK’ adalah dua kata yang didengungkan terus-menerus.
Rakyat tetap tidak bisa menerima alasan polisi berusaha menangkap seorang polisi yang menjalankan tugas mulia memberantas korupsi dengan alasan yang dicari-cari. Alasan Novel diduga melakukan tindak pidana 8 tahun silam baru sekarang mau diproses, nyata-nyata secara telanjang polisi tampak berbohong. Bagaimana polisi bisa dipercaya rakyat kalau berbagai kasus yang melibatkan polisi sendiri seperti kasus ‘rekening gendut’ yang sudah ditelaah Tempo beberapa waktu lalu, malah tidak satupun oknumnya yang ditangkap. Sementara Novel Baswedan yang nyata-nyata melaksanakan tugas memberantas kejahatan kemanusiaan, kok malah mau ditangkap sekarang juga. Polisi saja pasti tidak percaya alasan itu.
Kelihatannya polisi masih belum juga mau mendengar suara rakyat. Polisi masih juga memaksa rakyat mendengar suara mereka yang semakin hari semakin sumbang terdengar oleh rakyat. Aneh, pucuk pimpinan polisi juga rupanya tidak bisa membaca kebohongan anak buahnya itu. Dia pun ikut menyebut Novel harus ditangkap karena terlibat tindak pidana.
Rakyat tidak akan berhenti membela KPK walaupun harus memusuhi polisi. Jadi, kalau polisi ingin dibela rakyat, tidak usah membuat pernyataan atau membuat konferensi pers seperti yang dilakukan Kabareskrim, Sutarman kemarin. Rakyat tidak percaya dengan itu semua. Lebih baik polisi berterus terang, kalau Novel itu berusaha ditangkap adalah untuk membungkam KPK agar tidak melanjutkan proses penyidikan dugaan korupsi simulator SIM itu. Tapi percayalah, keinginan seperti itu sudah tidak waktunya lagi. di zaman orba mungkin bisa.
Jadi, sudahlah Pak Polisi. Untuk beberapa oknum polisi yang saat ini merasa tersandung masalah korupsi, mundur sajalah dari arena. Lebih baik menjelaskan kepada rakyat kalau kesalahan itu, dulu, terlakukan karena sistem yang memaksa membuatnya. Kini ternyata sudah tidak bisa, ya hentikan. Lalu polisi-polisi yang masih bersih, masih bertintegritas tinggi dengan tanggung jawabnya, majulah ke depan. Beranilah menentang secara terbuka segala kebobrokan yang selama ini dilakukan.
Andai saja ini mau dilakukan, walaupun terasa terlambat, itu jauh lebih baik dalam rangka menyelamatkan institusi kepolisian dari pada memperuncing perseteruan dengan KPK. Tidak usah polisi menunggu perintah presiden karena presiden yang ditunggu-tunggu itu entah kemana. Bahkan sekarang rakyat juga sudah mulai tidak percaya juga kepada presiden yang diam seribu bahasa melihat perlawanan polisi kepada KPK ini.
Polisi, rakyat segera akan berbalik mendukung bapak-bapak seperti rakyat mendukung KPK jika bapak-bapak polisi yang terhormat mau secepatnya berubah langkah.***
Polwan Selingkuh Digerebek Suami
Menanggapi kasus perselingkuhan yang dilakukan oknum pelindung, penganyom dan pelayan masyarakat ini Kasubid Pengelola Informasi dan Data Humas Polda Sumut AKBP. MP. Nainggolan saat dikonfirmasi Posmetro Medan (Group JPNN) diruang kerjanya kemarin (2/2) siang mengatakan jika ada pengaduan dari suaminya maka kedua anggota polri tersebut akan ditahan.
"Jika ada pengaduan dari suaminya maka kedua-duanya ditahan," ucap Nainggolan membuka pembicaraan. Saat ditanya apakah akan dilakukan pemecatan terhadap kedua anggota Polri tersebut, perwira dua melati emas dipundaknya ini belum dapat memastikan. "Belum dapat kita pastikan, kita tunggu proses sidang," sambungnya.
Dengan adanya laporan dari istri Bripka Cokro mengenai penganiayannya terhadap dirinya, Nainggolan juga mengaku akan segera diproses. "Kalau mengenai kasus penganiayaannya juga akan kita proses, sesuai saksi-saksi yang diperoleh. Setelah kasusnya dipropam, baru pidananya," jelas Nainggolan pada Posmetro Medan.
Menurutnya, setelah dilakukan pengaduan oleh korbannya ke Propam Polresta Medan, kedua pasangan selingkuh tersebut harus ditahan. "Setelah adanya pengaduan dari korbannya, keduanya bisa langsung ditahan. Baru sidang profesi, kemudian pidananya," ucapnya mengakhiri perbincangan pada Posmetro Medan.
Sebelumnya, Brigadir Ali Hanafi anggota SPK Polsekta Medan Kota bersama warga sekitar dan teman kerjanya menggrebek istrinya Briptu Dewi sedang selingkuh dengan Bripka Cokro Sitorus yang merupakan seniorannya dirumahnya Jalan Medan Area Selatan, Gang Kebangsaan, Kec. Medan Area.
Penggrebekan itu bermula berkat adanya laporan warga kalau Brigadir Dewi membawa lelaki lain didalam rumah Ali. Ketepatan Ali yang saat itu sedang piket malam, langsung menuju kediamannya bersama temannya. Ternyata warga sekitar sudah ramai dilokasi. Tanpa dikomandoi, warga dan Ali langsung menggrebek rumah yang baru setahun dikontraknya tersebut.
Sebelum membuka paksa pintu, beberapa mencoba menggedor-gedor pintu rumahnya akan tetapi tidak ada sahutan dari dalam. Merasa kesal, warga bersama Ali lalu membongkar paksa pintu garasi rumahnya dengan menggunakan linggis. Kemudian Ali dan warga masuk kebagian dalam garasi dan menemukan sepeda motor Suzuki Smash warna hitam yang bukan bukan miliknya.
Lalu, mereka kembali menggedor pintu kamar Brigadir Dewi. Namun tak juga ada sahutan dari dalam, sehingga warga mengancam akan membongkar paksa pintu kamar tersebut sehingga membuat Brigadir Dewi ketakutan dan membuka pintunya. Kemudian warga, Ali dan teman kerjanya yang bertugas di Polsekta Medan Kota memeriksa kamar tersebut dan Bripka Cokro Sitorus ditemukan bersembunyi di bawah tempat tidurnya dengan memakai pakaian. Melihat itu, warga yang kesal lalu menariknya dan sempat memukuli Bripka Cokro beberapa kali hingga akhirnya diboyong ke Polsekta Medan Kota lalu diserahkan ke Polresta Medan. (EZA)
Polwan, dari Sabu hingga Foto ‘Biru’
Perwira Polisi Pukul Perempuan di Tempat Hiburan
"Belum jelas mengapa ia membuang tembakan dan memukul seorang perempuan. Dia sekarang masih menjalani pemeriksaan, tidak tertutup kemungkinan dia ditahan," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Rikwanto, saat dikonfirmasi, Senin (30/1/2012) siang.
Menurut Rikwanto, pimpinan Polda Metro tidak akan mentolerir setiap anggotanya yang bertindak diluar kepatutan, apalagi sampai membuang tembakan segala di tempat hiburan.
"Kami juga belum jelas, apa hubungan dia dengan perempuan itu. Namun mereka duduk dalam satu meja di tempat hiburan itu, dengan beberapa orang lainnya,," katanya.
Penangkapan dan pemeriksaan terhadap HP berawal dari laporan seorang perempuan, SS. Perempuan itu teman satu meja HP di kafe GP di kawasan Kembangan, Jakarta Barat. Di meja itu pun ada seorang teman HP.
SS melapor ke Polda Metro Jaya pada Minggu (29/1/2012) malam, telah dipukul HP dengan gagang senjata api. Akibatnya, kening korban luka robek.
SS juga melapor bahwa HP dalam marahnya melepaskan tembakan, namun tidak ada orang yang terluka terkena peluru.
Akibat Polisi Arogan,Mapolres OKU Diserbu dan Dibakar TNI Hingga Ludes
PALEMBANG (voa-islam.com) - Markas Polres Baturaja, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan, diserang dan dibakar oleh puluhan orang berseragam tentara, Kamis (7/3/2013), pukul 07.30. Menurut informasi, sekitar 95 anggota TNI itu menyerbu Polres OKU dengan mengendarai sepeda motor dan truk.
Kejadian diduga buntut dari penembakan anggota
kepolisian yang menewaskan seorang anggota anggota TNI Angkatan Darat
Bataliyon Armed 15 Kodam II Sriwija, Pratu Heru yang tertembak oleh
anggota Polres OKU pada 23 Januari lalu.
Puluhan orang berseragam loreng hijau tersebut memblokir
jalan-jalan menuju Markas Polres Baturaja. Mereka juga menyerang
anggota kepolisian dengan pukulan, tendangan, serta senjata tajam
sejenis pisau atau sangkur.
Diberitakan, empat polisi terluka saat terjadi
pembakaran Markas Polres Ogan Komering Ulu (OKU), Kota Baturaja,
Sumatera Selatan, oleh puluhan anggota TNI dari Yon Armed 15. Keempatnya
mengalami luka tusuk. Dua di antaranya kini masih kritis dan dirawat di
Palembang. "Luka-luka empat orang, dua parah dan dirawat," Kepala
Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Suhardi Alius di Mabes Polri,
Jakarta Selatan, Kamis.
Kejadian bermula, anggota TNI Pratu Heru diduga melakukan pelanggaran
lalu lintas. Anggota Satuan Lalu Lintas Polres OKU hendak menindaknya,
Heru tidak menghiraukan bahkan tetap melanjutkan perjalanan. Dalam
pengejaran, Heru ditembak oleh Polantas tersebut."Rencananya akan unjuk
rasa damai terkait temannya yang tertembak, tapi jadi tidak terkendali,"
ujar Suhardi.
Saksi mata memperkirakan jumlahnya sekitar 100 orang.
Warga sekitar, Gustin Moeslimi Singajuru (41), mengatakan, hingga siang
kemarin, gedung kantor Polres Ogan Komering Ulu masih dalam kondisi
terbakar meski api sudah mulai padam. "Sebagian besar sudah habis
terbakar," katanya.
Informasi sementara, enam anggota kepolisian Polres OKU
terluka tusukan. Puluhan orang berseragam itu juga menghalau anggota
Polisi Militer yang akan mencegah aksi mereka serta melarang mobil
pemadam kebarakan mendekat untuk memadamkan api.
Dua pos polisi sektor juga menjadi sasaran perusakan.
"Suasana panik dan tegang, warga sekitar tak ada yang berani mendekat,"
kata Gustin menambahkan. Pihak Kodam II/Sriwijaya maupun Kepolisian
Daerah Sumsel belum memberi keterangan.
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Suhardi
Alius menjelaskan, awalnya akan ada aksi damai terkait kasus anggota TNI
Pratu Heru yang tertembak beberapa waktu lalu oleh anggota Polres
OKU."Rencananya akan unjuk rasa damai terkait temannya yang tertembak,
tapi jadi tidak terkendali," ujar Suhardi.
Berdasarkan informasi, para anggota TNI datang dengan menggunakan
motor dan mengenakan seragam. Belum diketahui pasti jumlah korban di
lokasi. Sementara itu, berdasarkan pantauan Kantor Berita Antara, akibat
penyerangan dan pembakaran Mapolres OKU yang berada di pusat Kota
Baturaja itu, suasana kota setempat mencekam dan sejumlah aktivitas
warga terganggu.
Seorang saksi mata yang pagi itu hendak mengurus surat
kelakuan baik, mengaku terkejut melihat ada keramaian dan gedung
Mapolres OKU terbakar. Saksi itu hanya melihat beberapa anggota Polres
OKU yang berlarian dengan kondisi luka-luka. Banyak polisi mengungsi ke
kantor polisi militer di dekat mes dosen Universitas Baturaja dan
masyarakat takut beraktivitas ke luar rumah karena khawatir menjadi
sasaran. Desastian/dbs
AKU BERLINDUNG KEPADA ALLAH DARI TIPU DAYA POLISI YANG TERKUTUK...
Jumat, Mei 28, 2010
Siapakah Polisi yang terkutuk itu? Mereka adalah Polisi yang bukannya
menegakkan hukum, malah melacurkannya. Di negara hukum, kejahatan
terbesar adalah PELACURAN HUKUM, yang dilakukan oleh aparat penegak
hukum di institusi penegak hukum dengan memanipulasi hukum. Saya merasa
kasihan kepada polisi yang jujur dan baik-baik, mereka harus menerima
citra negatif akibat perbuatan jelek yang dilakukan oleh sejawat dan
bahkan atasannya! Semoga Allah memberi mereka ketabahan.
Dukungan masyarakat terhadap Susno Duadji hari-hari ini bukan berarti ia bersih dari kesalahan. Dukungan itu merupakan wujud rasa muak masyarakat terhadap praktik-praktik pelacuran hukum yang terjadi di tubuh Polri. Belum lama ini saya mengirim surat kepada Kapolri (Surat Nomor 26/V/2010 tanggal 10 Mei 2010 Perihal Praktik Pelacuran Hukum), yang memuat bukti-bukti dugaan praktik pelacuran hukum yang masih terus berlangsung di tubuh Polri hingga saat ini.
Menurut saya, ada dua kelompok pendukung Susno. Pertama, mereka yang menganggap Susno tidak bersalah. Kedua, mereka yang menganggap, meskipun Susno punya kesalahan, tetapi dia harus didukung karena berani melawan orang/institusi yang punya kesalahan lebih besar. Menurut saya, kedua kelompok ini dipertemukan oleh satu keyakinan: POLRI MENDZOLIMI SUSNO DUADJI!
Mungkinkah Susno menjadi pahlawan? Sangat mungkin. Perlawanan orang tak bersalah kepada penjahat bisa menjadikannya “pahlawan”. Penjahat kecil yang berani membongkar kejahatan penjahat besar bisa menjadikannya “pahlawan”. Perlakuan Polri terhadap Susno yang dipenuhi sejumlah kejanggalan adalah momentum untuk membongkar praktik-praktik pelacuran hukum yang selama ini terjadi, khususnya di tubuh Polri. Siapa yang bisa menjamin, itu bukan tipu daya para penjahat yang bersekongkol untuk membungkam orang yang mungkin akan membongkar kejahatan mereka???
Pada saat peluncuran buku Rapor Merah Polisi: Catatan Advokasi Dr. Jazuni, SH., MH. (Penerbit: Indonesia Police Watch, 2010) di Jakarta Media Center, Gedung Dewan Pers, Jakarta, 22 Januari 2010, yang dihadiri oleh Kadiv Humas Polri (Edward Aritonang), saya memproklamirkan diri sebagai PENGRITIK POLRI. Saat itu, saya juga menegaskan bahwa buku itu adalah upaya saya untuk menarik Bambang Hendarso Danuri (Kapolri) ke area polemik, untuk membuktikan CERDAS SAYA APA CERDAS DIA, BERSIH SAYA APA BERSIH DIA!
Saya melakukan semua ini, karena saya tahu persis bobrok Polri, yang selalu dicoba dilindungi oleh “solidaritas korp” mereka. Mungkin atas dasar itu, Polri pernah berusaha membungkam sikap kritis saya dengan menangkap, menahan dan menyiksa saya di Polres Metro Jakarta Utara – dengan proses dan cara yang bertentangan dengan hukum. Saya tantang Polri untuk terus melanjutkan perkara saya itu, hingga disidangkan di Pengadilan, dan saya akan menjadikan persidangan tersebut sebagai kesempatan untuk makin mempermalukan Polri dengan membuka kebejatan yang ada di sana! Faktanya, hingga saat ini perkara itu terkesan dipeti-eskan begitu saja. Saya bersyukur bahwa penderitaan yang saya alami membawa hikmah, yaitu tergalangnya solidaritas untuk saya, baik dari para anggota DPR, rekan-rekan Advokat, teman-teman aktivis, pers, maupun warga masyarakat.
Saya ingin membuktikan bahwa “teror” yang dilakukan Polri dengan menangkap, menahan, dan menyiksa saya di Polres Metro Jakarta Utara tidak boleh menggoyahkan iman dan idealisme saya. Buktinya adalah terbitnya buku Rapor Merah Polisi: Catatan Advokasi Dr. Jazuni, SH., MH. tersebut di atas. Dan, saya masih ingin menambah bukti iman dan idealisme saya itu. Dalam surat saya kepada Kapolri tanggal 10 Mei 2010 Perihal Praktik Pelacuran Hukum tersebut di atas, saya menyatakan bahwa saat ini saya sedang menulis buku dengan judul PRAKTIK PELACURAN HUKUM. Dalam buku ini akan ada Bab/Bagian tentang Polisi dan Pelacuran Hukum.
Pengalaman saya, banyak perkara yang menurut saya cukup sederhana. Akan tetapi, penanganannya terkesan amat lamban, untuk tidak menyebut dipeti-eskan. Dari sini, muncul pertanyaan: Kalau memang tidak cukup bukti, mengapa Polisi tidak menghentikan penyidikan sesuai kewenangan yang dimiliki sesuai Pasal 7 ayat (1) huruf i KUHAP. Jika Polisi menghentikan penyidikan, maka Pelapor (yang merasa dirugikan) dapat mempermalukan Polisi dengan mengajukan permohonan Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 77 dst. KUHAP. Banyak kasus, Polisi tidak menghentikan penyidikan, tetapi juga tidak jelas tindak lanjut penanganan laporan. Menurut saya, ini terjadi karena satu di antara dua kemungkinan: karena KEBODOHAN atau karena ada SOGOKAN?
Sekedar menyebut satu contoh kasus. Ada penipuan terkait uang milyaran rupiah. Polisi tidak melakukan penahanan, padahal terlapornya selalu menghindar (sementara banyak “kasus kecil” yang diancam dengan penahanan). Saya khawatir, ini menjadi pelajaran kepada para penipu untuk melakukan penipuan yang bernilai besar, agar sebagian hasil penipuan tersebut bisa digunakan untuk melakukan penyogokan sehingga polisi tidak melakukan tindakan. Ironis!!!
Seandainya pantas meramal, saya meramalkan Bambang Hendarso Danuri akan su’ul khotimah dalam kariernya.
Cikarang, 17 Mei 2010
Salam perjuangan,
Dr. Jazuni, SH., MH.
Kantor Advokat DR. JAZUNI, SH., MH. & PARTNERS
Resto Plaza 3A, Jl. Ki Hajar Dewantara, Cikarang
BEKASI 17550
Catatan: Jika Anda merindukan Polri yang bersih dan berwibawa seperti saya, saya yakin Anda berkenan menyebarluaskan e-mail ini, dan untuk itu saya wajib berterimakasih.
Dukungan masyarakat terhadap Susno Duadji hari-hari ini bukan berarti ia bersih dari kesalahan. Dukungan itu merupakan wujud rasa muak masyarakat terhadap praktik-praktik pelacuran hukum yang terjadi di tubuh Polri. Belum lama ini saya mengirim surat kepada Kapolri (Surat Nomor 26/V/2010 tanggal 10 Mei 2010 Perihal Praktik Pelacuran Hukum), yang memuat bukti-bukti dugaan praktik pelacuran hukum yang masih terus berlangsung di tubuh Polri hingga saat ini.
Menurut saya, ada dua kelompok pendukung Susno. Pertama, mereka yang menganggap Susno tidak bersalah. Kedua, mereka yang menganggap, meskipun Susno punya kesalahan, tetapi dia harus didukung karena berani melawan orang/institusi yang punya kesalahan lebih besar. Menurut saya, kedua kelompok ini dipertemukan oleh satu keyakinan: POLRI MENDZOLIMI SUSNO DUADJI!
Mungkinkah Susno menjadi pahlawan? Sangat mungkin. Perlawanan orang tak bersalah kepada penjahat bisa menjadikannya “pahlawan”. Penjahat kecil yang berani membongkar kejahatan penjahat besar bisa menjadikannya “pahlawan”. Perlakuan Polri terhadap Susno yang dipenuhi sejumlah kejanggalan adalah momentum untuk membongkar praktik-praktik pelacuran hukum yang selama ini terjadi, khususnya di tubuh Polri. Siapa yang bisa menjamin, itu bukan tipu daya para penjahat yang bersekongkol untuk membungkam orang yang mungkin akan membongkar kejahatan mereka???
Pada saat peluncuran buku Rapor Merah Polisi: Catatan Advokasi Dr. Jazuni, SH., MH. (Penerbit: Indonesia Police Watch, 2010) di Jakarta Media Center, Gedung Dewan Pers, Jakarta, 22 Januari 2010, yang dihadiri oleh Kadiv Humas Polri (Edward Aritonang), saya memproklamirkan diri sebagai PENGRITIK POLRI. Saat itu, saya juga menegaskan bahwa buku itu adalah upaya saya untuk menarik Bambang Hendarso Danuri (Kapolri) ke area polemik, untuk membuktikan CERDAS SAYA APA CERDAS DIA, BERSIH SAYA APA BERSIH DIA!
Saya melakukan semua ini, karena saya tahu persis bobrok Polri, yang selalu dicoba dilindungi oleh “solidaritas korp” mereka. Mungkin atas dasar itu, Polri pernah berusaha membungkam sikap kritis saya dengan menangkap, menahan dan menyiksa saya di Polres Metro Jakarta Utara – dengan proses dan cara yang bertentangan dengan hukum. Saya tantang Polri untuk terus melanjutkan perkara saya itu, hingga disidangkan di Pengadilan, dan saya akan menjadikan persidangan tersebut sebagai kesempatan untuk makin mempermalukan Polri dengan membuka kebejatan yang ada di sana! Faktanya, hingga saat ini perkara itu terkesan dipeti-eskan begitu saja. Saya bersyukur bahwa penderitaan yang saya alami membawa hikmah, yaitu tergalangnya solidaritas untuk saya, baik dari para anggota DPR, rekan-rekan Advokat, teman-teman aktivis, pers, maupun warga masyarakat.
Saya ingin membuktikan bahwa “teror” yang dilakukan Polri dengan menangkap, menahan, dan menyiksa saya di Polres Metro Jakarta Utara tidak boleh menggoyahkan iman dan idealisme saya. Buktinya adalah terbitnya buku Rapor Merah Polisi: Catatan Advokasi Dr. Jazuni, SH., MH. tersebut di atas. Dan, saya masih ingin menambah bukti iman dan idealisme saya itu. Dalam surat saya kepada Kapolri tanggal 10 Mei 2010 Perihal Praktik Pelacuran Hukum tersebut di atas, saya menyatakan bahwa saat ini saya sedang menulis buku dengan judul PRAKTIK PELACURAN HUKUM. Dalam buku ini akan ada Bab/Bagian tentang Polisi dan Pelacuran Hukum.
Pengalaman saya, banyak perkara yang menurut saya cukup sederhana. Akan tetapi, penanganannya terkesan amat lamban, untuk tidak menyebut dipeti-eskan. Dari sini, muncul pertanyaan: Kalau memang tidak cukup bukti, mengapa Polisi tidak menghentikan penyidikan sesuai kewenangan yang dimiliki sesuai Pasal 7 ayat (1) huruf i KUHAP. Jika Polisi menghentikan penyidikan, maka Pelapor (yang merasa dirugikan) dapat mempermalukan Polisi dengan mengajukan permohonan Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 77 dst. KUHAP. Banyak kasus, Polisi tidak menghentikan penyidikan, tetapi juga tidak jelas tindak lanjut penanganan laporan. Menurut saya, ini terjadi karena satu di antara dua kemungkinan: karena KEBODOHAN atau karena ada SOGOKAN?
Sekedar menyebut satu contoh kasus. Ada penipuan terkait uang milyaran rupiah. Polisi tidak melakukan penahanan, padahal terlapornya selalu menghindar (sementara banyak “kasus kecil” yang diancam dengan penahanan). Saya khawatir, ini menjadi pelajaran kepada para penipu untuk melakukan penipuan yang bernilai besar, agar sebagian hasil penipuan tersebut bisa digunakan untuk melakukan penyogokan sehingga polisi tidak melakukan tindakan. Ironis!!!
Seandainya pantas meramal, saya meramalkan Bambang Hendarso Danuri akan su’ul khotimah dalam kariernya.
Cikarang, 17 Mei 2010
Salam perjuangan,
Dr. Jazuni, SH., MH.
Kantor Advokat DR. JAZUNI, SH., MH. & PARTNERS
Resto Plaza 3A, Jl. Ki Hajar Dewantara, Cikarang
BEKASI 17550
Catatan: Jika Anda merindukan Polri yang bersih dan berwibawa seperti saya, saya yakin Anda berkenan menyebarluaskan e-mail ini, dan untuk itu saya wajib berterimakasih.
Inilah 10 kelakuan polisi yang dibenci rakyat
berita-beritadotcom (Cianjur, Jawa Barat): Ada sekitar 10 point, sikap dan tingkah laku polisi yang dibenci oleh rakyat. Di antaranya, polisi yang menilang rakyat lalu masuk pos dan melakukan 86 atau damai, polisi yang suka mabuk-mabukan, polisi yang suka berjudi.
Demikian ditegaskan Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat (Kapolda Jabar) Brigradir Jendral Polisi Tubagus Anis Angkawijaya disela kegiatan Silaturahmi Tasyakuran Para Ulama, Tokoh Masyarakat, Ormas serta LSM se Kabupaten Cianjur, di Islamic Center Syuhada Kuwait, Kampung Padarincang, Desa Palasari, Kecamatan Cipanas .Kabupaten Cianjur, Selasa (13/11/2012).
"Hal lainya tindakan polisi yang dibenci rakyat diantaranya polisi yang suka selingkuh, polisi yang merekayasa kasus, serta polisi yang gemuk dan masih banyak lagi. Pokoknya saya akan melaksanakan tugas dan menghilangkan sikap dan tingkah laku polisi yang dibenci rakyat, tetapi jika rakyat ada yang menemukan seperti itu, tolong laporkan ke saya," pinta Kapolda.
Menurut Kapolda, sebenarnya polisi itu adalah sahabat rakyat, apa yang di inginkan rakyat, berarti harus melaksanakan keinginan rakyat. Polda Jabar akan berupaya menghilangkan kesan polisi yang di benci oleh rakyat.
"Saya akan menghilangkan apa yang dibenci oleh rakyat. Polisi adalah sahabat rakyat, kalau di inginkan rakyat, berarti harus melaksanakan inginnya rakyat. Polisi itu harus mengayomi, melindungi, mendidik rakyat. Jangan sampai mendidik tapi menghardik, merangkul tapi memukul, kalau mau jadi penguasa jangan jadi sok kuasa," tegas Kapolda.
Menurutnya, banyak polisi di benci oleh rakyat, namun, tidak sedikit polisi juga di cari oleh rakyat. "Dibenci tapi di cari, contohnya jika ada rakyat kecopetan, pasti yang di cari polisi," paparnya
Kepolisian Lembaga Terkorup
Sesuai hasil survey TII, Kepolisian
adalah lembaga terkorup, pengumuman ini membuat marah, emosi dan dendam
Kepolisian thd TII dan mantan Rektor PTIK.
Sebenarnya tidak perlu emosi,marah dan dendam, buktikan saja dgn perilaku dan perbuatan yg terpuji, yg dapat dilihat dan disaksikan langsung oleh masyarakat.
Dan akar permasalahan yg membuat citra, image dan kewibawaan Kepolisian sangat rendah dimata masyarakat adalah Polantas, karena Polantas adalah garda terdepan pembangunan image dan citra Kepolisian.
Karena sampai saat ini, Polantas masih saja suka menjebak, main petak umpet, lebih baik menerima uang daripada melakukan pembinaan kedisplinan berlalu lintas, selalu mengancam tilang, tetapi tidak mau memberikan form bukti tilang warna biru. Tidak pernah mensosialisasikan form bukti tilang warna biru.
Kalau saja perilaku, tingkah laku dan perbuatan Polantas di diawasi, dikontrol dan dibina secara baik dan benar dengan penghargaan dan sanksi yg tegas niscaya hasil survey berikutnya Kepolisian sudah bukan lagi lembaga terkorup.
Sebenarnya tidak perlu emosi,marah dan dendam, buktikan saja dgn perilaku dan perbuatan yg terpuji, yg dapat dilihat dan disaksikan langsung oleh masyarakat.
Dan akar permasalahan yg membuat citra, image dan kewibawaan Kepolisian sangat rendah dimata masyarakat adalah Polantas, karena Polantas adalah garda terdepan pembangunan image dan citra Kepolisian.
Karena sampai saat ini, Polantas masih saja suka menjebak, main petak umpet, lebih baik menerima uang daripada melakukan pembinaan kedisplinan berlalu lintas, selalu mengancam tilang, tetapi tidak mau memberikan form bukti tilang warna biru. Tidak pernah mensosialisasikan form bukti tilang warna biru.
Kalau saja perilaku, tingkah laku dan perbuatan Polantas di diawasi, dikontrol dan dibina secara baik dan benar dengan penghargaan dan sanksi yg tegas niscaya hasil survey berikutnya Kepolisian sudah bukan lagi lembaga terkorup.
Institusi Kepolisian” Busuk & Paling Terkorup
Apa
yang dijabarkan Prtof JF Sahetapy bahwa Institusi Kepolisian “Busuk
& paling Terkorup” menjadi kenyataan. Rakyat dan beberapa element
masyarakat serta Komisi III DPR RI mendukung langkah KPK menggulung
tikus tikus gede berdasi didalam Institusi Kepolisian Republik
Indonesia.
Bukan tanggung Korupsi
Simulasi SIM Korsatlantas, mencapai ratusan miliar rupiah. Jenderal
Polisi bintang dua Djoko Soesilo, merupakan biang korupsi dibantu
beberapa orang Pamen Polri, serta dua orang direktur perusahaan . Salah
satunya merupakan Direktur Perusahaan Sub Kontraktor.
Mabes Polri mulai gerah
seperti cacing kepanasan, sepertinya membuat tragedi kedua pertarungan “
Cicak dan Buaya “. Para petinggi Polri ketakutan , seandainya Jenderal
berbintang dua Djoko Soesilo , akan nyanyi dihadapan KPK. Sudah barang
tentu Djoko Soesilo tidak akan mau menanggung beban sendirian.
Korupsi Simulator SIM di
Korsatlantas menilap uang rakyat mencapai ratusan miliar ini,bukan
rahasia umum kalau korupsi berjamaah didalam tubuh Mabes Polri.
Sehingga Mabes Polri awalnya ketika KPK melakukan penggeledahan serta
mengambil dokumen barang bukti di Korlantas, ketika hendak keluar
ditahan petugas ke Polisian. Hebat enggak beraninya Polisi menahan KPK
beserta berkas dokumen yang dicurigai.
Tentu ada apa apanya,
mungkin seperti cara mereka selama ini didalam mendapat suatu kasus
kalau dapat dalam istilahnya dilapan enamkan. Atau ada Intruksi dari
petinggi Polri agar menahan dokumen yang diambil KPK, tidak pelak lagi
kalau sang petinggi Polri merupakan Biang Kerok Busuk dan paling
terkorup.
Polri panik, ngoceh
dihampir seluruh media massa, media elektronik, menuding KPK melanggar
MOU. Polisi sebagai penegak hukum merusak hukum selama ini KUHP
diartikan (Kasi Uang Habis Perkara). Macam mana Polri tidak paling
terkorup, masuk polisi saja nyuap ratusan juta rupiah, tapi suap masuk
Polri ini ditepis habis habisan oleh para petinggi Polri. Memang tidak
dapat dibuktikan, tapi dapat dirasakan ada permainan suap.
Ayo KPK rakyat
mendukungmu, jangan kepalang tanggung buktikan bongkar kebusukan serta
salah satu Institusi Polri paling terkorup. Jangan takut hidup mati itu
urusan Allah, bongkart semua rekening gendut Polisi. Mengapa mesti takut
apa dikarenakan Institusi Kepolisian dibawah Kepresidenan. Rakyat tidak
akan tinggal diam pasti menentang kebijakan Presiden yang tak Bijak,
apabila membela Institusi Kepolisian.
Seharusnya Presiden
Soesilo Bambang Yudhoyono tanggap, cepat bertindak terhadap Institusi
Kepolisian, segera menginstruksikan Korupsi Simulator SIM Korsatlantas
Mabes Polri, khusus ditangani KPK. Anehnya Mabes Polri cq Kabagreskrim
juga melakukan pemeriksaan terhadap anggotanya yang terlibat, tapi tidak
dengan Jenderal bintang dua Djoko Soesilo. Pak Polisi mana mungkin
Jeruk makan Jeruk, harusnya koperaktif membantu KPK membongkar kasus
korupsi didalam tubuh Institusi Kepolisian, kalau para petinggi Polisi
jujur dan bersih dari korupsi. (black hunter)
33 Polisi diperiksa dalam dugaan korupsi simulator SIM
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah Kantor Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri untuk mengembangkan kasus dugaan korupsi pengadaan simulator roda dua dan roda empat untuk pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM).
Mabes Polri juga sebenarnya telah mengendus kejanggalan dalam proses pengadaan simulator. Mereka telah memeriksa 33 anggota polisi terkait mark up. Hal ini dilakukan sebelum KPK melakukan penggeledahan di Korlantas.
"Dari Mabes sendiri sudah ada 33 pihak yang diambil keterangan," kata Karo Penmas Mabes Polri Kombes Pol Boy Rafli Amar dalam jumpa pers bersama di KPK, Selasa (31/7).
Boy menambahkan Mabes Polri tidak menghalang-halangi penyidikan KPK terkait kasus yang terjadi tahun 2011 ini. Menurutnya KPK adalah mitra polisi dalam pemberantasan korupsi. Sedangkan mengenai ketegangan yang timbul, polisi menyebut hanya masalah perbedaan pendapat saja. Polisi kini sudah mengizinkan KPK membawa barang bukti yang didapatkan dari Korlantas.
"Kita memberikan support," kata Boy.
Untuk membahas masalah ini lebih lanjut, pimpinan KPK dan Pimpinan Polri akan bertemu sore nanti. Diharapkan tidak ada perbedaan pendapat mengenai kasus mark up simulator SIM tersebut.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan Irjen DS sebagai tersangka. Nama DS sendiri diduga mengacu pada Irjen Djoko Susilo. Djoko Susilo adalah mantan Kepala Korlantas Polri yang kini menjadi Gubernur Akademi Kepolisian Semarang. Djoko diduga menyalahgunakan kewenangannya untuk melakukan mark up.
Penggeledahan yang berlangsung 13 jam ini sempat tegang. Tiga pimpinan KPK harus turun langsung ke lokasi.
(mdk/ian)
Langganan:
Postingan (Atom)